Jingga
buru-buru masuk rumah setelah turun dari sepedanya dan langsung menuju kamar
adiknya. Ibunya sudah menunggu cemas dari tadi. Menunggu Jingga yang sedari
tadi keluar membeli obat buat adiknya.
“nih
bu obatnya”. Jingga memberikan bungkusan plastik yang berisi obat-obatan tuk
mengobati adiknya yang baru saja terjatuh dari sepeda.
Bayu
merintih kesakitan ketika ibunya mulai mengusap luka di lututnya dengan obat merah. Rasa perihnya membuat
Bayu tak tahan dan menangis tersedu.
“makanya
kalau naik sepeda hati-hati to” tegur ibunya dan terus
mengusap luka Bayu dengan kapas.
Jingga
yang melihat adiknya menahan rasa perih pun ikut meringis seakan ikut merasakan
rasa perih dari luka yang terkena obat
merah. Dan sesekali Bayu menjerit kesakitan saat
dia tak tahan menahan perihnya. “pelan-pelan bu”. Tapi ibunya tak peduli dengan
rintihan Bayu, ibunya tetap saja mengusap luka Bayu dengan obat tadi. Jingga
yang merasa kasihan melihat adiknya, akhirnya tak tahan dan keluar meninggalkan
mereka. Biar ibunya saja yang mengurusi Bayu.
Jingga
menuju ke kamarnya untuk
istirahat. Baru saja ia merebahkan tubuhnya di kasur yang penuh boneka
koleksinya, tiba-tiba
telepon genggamnya
yang tergeletak di sebelahnya, berdering berulang-ulang. Di lihatnya nama Ayu
yang tertera dipanggilan masuk. Dengan
rasa malas ia terima panggilan dari Ayu yang ia sudah tahu apa maksud dari
panggilan itu. “ya halo Yu” nadanya datar tak semangat.
“udah
siap to say? aku udah siap meluncur kesitu nih. pokoknya ndak ada alasan lagi tiba-tiba
ndak bisa. Nanti
aku sampai situ, kamu harus sudah siap
ya. daa
daa” kata-katanya memaksa dan tak memberi
Jingga kesempatan untuk bicara.
“Yu halo Yu, Ayu”
Dan
Ayu sudah keburu menutup teleponya agar tidak ada alasan lagi yang akan keluar
dari mulut Jingga.
“yah
terpaksa deh nganterin Ayu pergi” gerutu Jingga sambil ia melempar telepon genggamnya ke kasur.
Dengan
dandanan yang sederhana tapi masih tetap terlihat wajahnya yang manis, ia
menunggu di ruang tamu sambil menonton televisi bersama Bayu yang masih
kesakitan.
“mau
pergi ya kak?”
“iya
ni. masih sakit ndak
lukanya?”
“masih
sedikit ni kak. oya.
mau pergi sama siapa kak? pacarnya
ya? dandannya
cantik banget. Hayo ngaku aja kak” Bayu sedikit tersenyum, telunjuknya yang
mungil di arahkannya ke wajah Jingga.
“iihh.
apaan sih dek. kakak tu perginya sama Ayu”
“si
miss ceriwis itu kak?”
“hus.
ndak boleh gitu” larang
Jingga kepada Bayu. “tuh
orangnya sudah dateng” setelah Jingga mendengar suara mobil Ayu dari luar.
“uups”
Bayu sambil membungkam
mulutnya dengan kedua tangannya sendiri.
“hai
semuanya” suara Ayu yang sudah
berada di ruangan itu dan berjalan mendekati mereka. “udah siap kan Jing”
“don’t
call me like that, okey? Please call my complete name, Jingga” ucap Jingga cepat meralat
dengan nada yang menekan jelas.
“iya
iya nona Jinggaaaaa” suara Ayu pun ditekan agak panjang memperjelas pengucapan
nama Jingga. “udah yuk kita berangkat Jing.
eh salah, Jingga” ia tersenyum “keburu malam ni” lanjutnya lagi.
“mau
pergi kemana kak?” tanya Bayu yang ada di sebelahnya.
“pergi
maen sayang” tangan Ayu mencubit gemes kedua pipi Bayu yang seperti bakpao
menempel di wajah Bayu. “Bayu mau ikut?”
“ndak ah kak. lagian kaki
Bayu lagi sakit nih”
“aduh
kacian” ucapnya di buat manja “emang kenapa to kaki kamu?” Ayu melihat lukanya.
“jatuh
kak tadi. oleh-olehnya aja kak. hehehe..” ucap Bayu cepat.
“iya
nanti kak Ayu beliin deh, Bayu mau apa?”
Walaupun
ceriwis dan menyebalkan, Ayu adalah teman yang baik dan peduli dengan keluarga
Jingga, terutama kepada Bayu, walau kadang juga suka bikin Jingga kesal oleh
ulah dan tingkah laku Ayu.
“ayo
ah. katanya keburu malem?” ajak Jingga yang sebenernya males untuk pergi.
“kak
Ayu pergi dulu ya sayang” sekali lagi ia mencubit gemes pipi Bayu yang tembem.
Di
dalam mobil putih, berteman lagu-lagu pop dari mp3 mobilnya dan dipayungi warna-warni
lampu kota yang mulai menyala.
Mobil itu tak melaju kencang, seakan sayang melewatkan tiap jengkal jalan yang
terlewati. Suasana sore dengan hiruk pikuk lalu lalang orang dengan berbagai
kendaraan dan aktifitas di kota itu
yang memang sayang jika dilewatkan begitu saja.
“memang
sebenernya kita mau kemana to Yu?”
“ke
acara ulang tahun temanku” Ayu tersenyum karena telah merasa membohongi Jingga.
“anak orang kaya lo, pasti temennya juga kaya-kaya dan cakep-cakep” lanjutnya berusaha
menjelaskan agar Jingga tak marah.
“ulang
tahun?” ucap Jingga dengan nada tinggi didalam mobil.
Ayu
masih senyum-senyum mendengar ucapan Jingga, karena Ayu hafal betul kalau
temannya yang satu ini paling malas pergi ke pesta-pesta seperti itu dan pasti
akan menolak jika Jingga tau dari awal. Makanya Ayu terpaksa membohongi Jingga untuk menemaninya.
“kamu
tahu kan aku paling males
pergi ke pesta kayak begituan Yu”
“sekali-kali
ndak apa-apa to? daripada
di rumah terus ndak tau luasnya dunia, bete tau”
“itu
kalo kamu, aku
ndak tuh” elaknya ketus.
Tapi
mau bagaimana lagi, Jingga tidak
bisa apa-apa, dan ia tak mungkin meminta Ayu untuk menurunkannya di jalan,
apalagi memintanya tuk memutar arah mobilnya. Dengan terpaksa Jingga pasrah diajak
Ayu ke pesta itu.
ӝӝӝӝӝ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar