Kamis, 25 Februari 2016

SENJA HADIRKAN JINGGA part.3



Hari yang cerah hingga nampak jelas  terlihat dari balik kaca jendela kereta. Sawah, pemandangan, perkotaan, pedesaan dan pemukiman warga tampak indah berbaris rapi bagai parade, seolah-olah berlari menghampiri lalu hilang lagi dalam sekejap mata dari pandangannya, dan begitu seterusnya.
Suara deru nafas mesin terus melaju memacu laju kereta tanpa lelah. Arya menggeser posisi duduknya ke kanan dan menyandarkan kepalanya di kaca jendela. Ia layangkan pandangnya jauh keluar menikmati perjalanannya, menikmati segala apa yang tertangkap oleh kedua matanya yang terus terjaga tanpa lelah.
Jendela kereta api itu bagai layar televisi yang mempertontonkan keindahan alam yang begitu indah. Serasa ada penyegaran dalam otaknya setelah sekian lama terkontaminasi oleh hiruk pikuk kota tempat tinggalnya dan masalah-masalah yang memaksanya untuk meninggalkan semua itu. Di tempat duduk bernomor 105 ia bisa merasakan nyaman, bagai tertidur di atas kebun bunga penuh warna-warni, penuh kupu-kupu berterbangan di sekitarnya, dan angin sepoi-sepoi yang meniupnya mesra. Begitu tenang ia rasakan.
Indah…
hamparan hijaunya sawah membentang
bak permadani menari tertiup angin
awan putih seakan berkejar-kejaran di atasnya
memeriahkan cerahnya biru langit yang luas
dan semua terlihat jelas
terlukis dalam bingkai hati yang merindu

Tak terasa hampir seharian Arya dalam kereta itu. Menempuh perjalanan panjang, melewati tempat-tempat yang indah, pemandangan yang dulu pernah ia nikmati juga saat ia masih berumur 10 tahun. Dan sekitar pukul 15:30 kereta pun terhenti di stasiun kota tujuan, memaksanya untuk mengakhiri perjalanannya, perjalanan yang sungguh menyenangkan baginya.
Begitu ia menginjakkan kaki keluar kereta, terlihat para pedagang berjajar rapi menggelar dagangannya, seakan menyambut kedatangannya. Senyum mereka, keramahan mereka dan keakraban mereka begitu hangat ia rasakan. “monggo mas jajanannya”. Ucap para pedangan itu seakan saling berlomba mendapatkan pembeli, namun Arya tetap berlalu dengan meninggalkan senyum ke tiap para pedagang itu. Tetapi wanita paruh baya yang berada paling ujung di antara pedagan lainnya seakan mampu membuat Arya terhenti dan membeli beberapa cemilan pada wanita paruh baya itu.
Setelah membawa cemilan yang baru saja dibelinya, ia  langsung menuju ruang tunggu karena ia yakin sepupunya sudah berada disana untuk menjemputnya. Ia mendekatinya  begitu ia melihat sepupunya itu sedang duduk di kursi yang sepertinya memang sudah dari tadi, terlihat jelas dari lekuk wajahnya yang kusut seperti pakaian belum disetrika.
“hai Ru…” sapanya setelah jaraknya beberapa langkah dari tempat Heru duduk. ”udah dari tadi?” lanjutnya lagi.
”udah dari kemaren malahan” jawabnya kesal dengan logat orang jawa yang khas. Memang sepupunya seperti itu orangnya, kalau bercanda selalu hiperbola. Selalu melebih-lebihkan sesuatu kalau sedang kesal. ”yee, malah ikut duduk kamulanjut Heru setelah melihat Arya ikut duduk di sebelahnya.
”duduk bentar Ru. capek ni.” keluh Arya.
”nanti saja istirahatnya di rumah. sudah bosen aku kelamaan nunggu kamu disini” ucapnya sambil berdiri hendak pergi.
”iya iya deh” Arya berdiri dan berjalan mengikuti Heru yang sudah berjalan keluar. ”tunggu Ru” tangan Arya sambil membenahi tas ransel di punggungnya.
Matahari masih terik walau hari sudah menjelang sore. Seakan masih kuat membakar kulit dan membuat lelah semakin menjadi. Ia ingin cepat-cepat sampai di rumah budhe Lastri.
”naik motor Ru?” Tanya Arya yang dalam pikirannya ia akan dijemput memakai mobil dan bisa menyandarkan kepalanya dan merasakan sejuknya AC mobil karena perjalanan tadi telah merenggut tenaga yang hanya menyisakan lelah di dirinya.
”ndak... Kita naik pesawat.tangan Heru menyodorkan helm kepada Arya. ya iya lah. Sudah tau punyanya cuma motor, pake nanya segala. Sudah ayo cepet naik”
”iya iya” Arya meraih helm yang disodorkan Heru tadi.
жжжжж

”Assalamualaikum budhe” setelah Arya melihat budhenya sedang asik di depan televisi yang membuatnya  tak tahu akan kedatangan Arya yang sudah berada di ruang tamu.
”waalaikumsalam” jawabnya terkejut dan melihat ke arah suara itu berasal ”eh kamu to Ar. sudah dari tadi datangnya? Maaf budhe ndak tahu, keasikan nonton sinetron nih, sampai ndak tahu kamu masuk Ar”
”kalo udah lihat sinetron aja, jadi lupa semuanya, ampe nggak tahu ada orang masuk, kalo maling yang masuk gimana budhe?” ucap Arya sambil mencium tangan budhenya lalu ikut duduk disebelahnya yang tak beranjak dari sofa panjang.
”ah kamu Ar, ada-ada saja”
”Cuma sekedar ngingetin aja kok budhe, nggak ada salahnya kan hati-hati dan waspada. nggak ada yang nggak mungkin lo budhe”
”iya deh. Kamu tu persis ibumu, pinter kalau ngomong”
”masak sih budhe? Tapi kata temen-temenku, aku tu pendiem lo budhe”
”iya pendiem. Tapi sekali ngomong nrocos terus kaya burung beo” budhe tersenyum setelah mengatakan Arya seperti burung beo.
Dan Arya hanya ikut tersenyum saja mendengar ucapan budhenya tadi.
”ya sudah kamu istirahat saja dulu di kamar, sudah budhe siapin kamarnya”
”yang mana?”
”yang itu Ar” tangan budhe menunjuk arah samping bagian depan.
”oke. Aku istirahat dulu ya budhe”
Kamar yang lumayan bagus dengan jendela menghadap ke taman lalu terus ke jalan, sehingga dapat terlihat dari jauh  jika ada yang lewat depan rumah.
Ia berdiri sejenak tepat di tengah jendela itu melihat keluar memandangi taman. Ia buka sedikit jendelanya dan hembusan angin tanpa permisi cepat masuk hingga mengenai wajahnya. Sejuknya terasa sampai ke seluruh tubuh, perlahan membasuh dahaga tubuhnya yang kekeringan. Menjadikan matanya kini mulai terasa kantuk.
Dengan belaian angin yang berhembus mesra, ia rebahkan tubuh lelahnya di atas tumpukan kasur. Dan seketika matanya terpejam.
ΩΩΩΩΩ


Tidak ada komentar:

Posting Komentar