Senin, 22 Februari 2016

SENJA HADIRKAN JINGGA part.2



Sinar mentari yang jatuh hingga menembus sampai ke dalam kamar, suara gaduh yang datang dari luar pun ikut membangunkannya di pagi hari, tapi rasanya ia masih malas baranjak dari tempat tidurnya yang nyaman. Hanya membuka mata, melihat jam di mejanya yang samar-samar terlihat mata yang masih sayu. Tiba-tiba ia tersentak dan teringat ia harus berangkat dengan kereta pukul 08:00, matanya terbuka penuh ketika melihat angka di jam itu sudah menunjukkan 06:45. Sontak ia segera bangun dan bergegas pergi ke kamar mandi. ”ah sial kesiangan lagi gerutunya dalam hati saat berlari terburu-buru ke kamar mandi. Ia lihat dari kejauhan pintu kamar mandi tertutup rapat tanda ada yang sedang memakainya dan ia gedor-gedor pintu itu setelah sampai tepat di depan kamar mandi.
”bentar!!!!..” teriak keras suara adiknya dari dalam. Ia tak peduli, ia gedor sekali lagi pintu itu berulang-ulang, tapi justru tak ada respon sedikitpun dari dalam begitu Dian tahu yang ada di luar adalah kakaknya.
Sepuluh menit sudah ia duduk di depan pintu dengan gelisah, entah sengaja atau tidak, adiknya tak kunjung keluar dari dalam. Ia mulai kesal, untuk ketiga kalinya ia gedor pintu itu agak keras dari sebelumnya yang membuat gadis kecil yang imut itu hanya senyum-senyum begitu keluar  dengan sedikit mengejek, yang terlihat jelas dari nada bicaranya. Ia memang tak pernah akur dengan adiknya, bagai tikus dan kucing. Banyak alasan yang membuat mereka berkelahi, dan ada-ada saja hal yang mereka rebutkan, mulai dari chanel televisi, makanan, uang jajan, dan hal-hal kecil lainnya.
”sengaja ya nggak keluar-keluar?”
”kenapa? Buru-buru ya? Duh kasian..” ejek adiknya dan terus berlari ketika kakaknya mengangkat tangan kanannya seperti mau memukul untuk menakut-nakutinya. ”mamah… kak Arya nakal…” dan sayup-sayup suara adiknya hilang dibalik tembok.
Tidak banyak waktu yang ia habiskan untuk bermanja-manja di dalam kamar mandi, tak seperti para wanita yang sedang bertemu pacar keduanya yaitu kamar mandi, yang bisa berjam-jam berada di dalam, entah apa yang mereka lakukan di sana. Tapi ia hanya butuh waktu sepuluh menit saja di dalam.
ӝӝӝӝӝ
Semua keluarganya sudah lebih dulu berada di meja makan dan menikmati sarapan pagi, termasuk adik satu-satunya yang baru saja selesai mandi sebelum dirinya. Belum juga ia sampai di meja makan, ibunya langsung menyambut dengan pertanyaan yang seakan tak percaya dengan niatnya untuk pindah kuliah di tempat budhenya.
”kamu sudah yakin mau pindah kesana Ar?” nadanya datar namun tersimpan jelas keraguan di dalamnya.
”ya udah dong bu”. Ia menggeser kursi dan duduk di sebelah ibunya. ”ni udah siap semua, tinggal berangkat”. Lalu pandangannya fokus pada apa yang ada di meja dan tangannya pun sibuk mangambil makanan yang tersisa di depannya.
”tapi inget jangan bikin masalah di rumah budhemu” nasehat ibunya setelah meneguk habis air minum yang tadi tinggal setengah gelas, tanda sudah selesai dengan sarapannya lebih dulu dari yang lainnya.
”tenang aja bu. aku kan anak baek-baek”
”baek dari hongkong?” ucap ketus tiba-tiba adiknya yang duduk tepat berhadapan dengannya.
”udah diem aja anak kecil. Anak masih ingusan aja mau ikut campur. Di lap dulu tu ingus” perintahnya walau ia tau Dian tidak sedang flu, dan sambil  melempar lap yang ada di meja ke arah adiknya yang mengenai tepat di wajahnya. Dian hanya membalas dengan melempar kembali ke arah kakaknya.
“kalian tu ya. Berantem terus kerjaannya” ibunya lalu  melihat ke arah Arya “kamu juga Ar, udah gede nggak mau ngalah sama adiknya”
Ia hanya cuek mendengar omongan dari ibunya dan tetap menyantap sarapan paginya sebelum ia ketinggalan kereta.
Tiba-tiba terdengar suara ayahnya bertanya tentang kesiapan selama di tempat budhenya nanti.
”udah semua kok yah’’ jawab ia singkat.
“kamu juga sudah bilang budhemu kalau mau kuliah dan tinggal disana?” ibunya tak mau kalah dengan memberi pertanyaan lagi kepada Arya.
”udah juga”. Ia menelan sisa makanan yang masih ada di dalam mulutnya. ”pokoknya udah beres semuanya”. dalam keadaan sambil makan, dengan santai ia menjelaskan semua persiapannya untuk meyakinkan kedua orang tuanya yang terlihat kurang yakin dengan niat anaknya tadi. Dan sepertinya mereka mulai lega setelah mendengar penjelasannya tadi, terlihat dari raut wajah yang perlahan mulai cerah tak seperti mendung sebelumnya.
”kalau begitu aku pamit dulu ya” setelah ia menghabiskan sarapannya itu.
Ia beranjak dari kursi dan satu per satu ia cium tangan kedua orang tuanya secara bergantian, kecuali adiknya, Dian. Karena ia tau Dian pasti akan menolak bersalaman dengannya. Ia melihat air mata ibunya yang sudah terkumpul penuh di kedua matanya, perlahan akhirnya tumpah ke pipi seperti air bah yang tak bisa dibendung lagi. Pikirnya, dari pada ia ikut larut dalam kesedihan ini, segera ia maelangkahkan kaki menuju pintu.
Tapi tiba-tiba dari arah depan, Dian memeluknya, entah ada setan mana yang membuat Dian bisa melakukan itu. Ia bingung melihatnya, dan mulai terharu dengan pelukan Dian yang jarang dan bahkan tak pernah ia dapatkan sebelumnya. Pelukannya  begitu erat seperti takut kehilagan dan tak rela melihat kakaknya pergi, mungkin dalam benaknya akan ada sesuatu yang akan hilang dari dirinya, yaitu seorang kakak sekaligus musuh dalam bermainnya.
Tak pernah ia sangka Dian mau memeluknya seperti itu. Kini ia benar-benar larut dalam keadaan itu. Dan masih dalam keadaan memeluk Arya, keluar suara lirih dari mulut Dian yang terpenggal-penggal bercampur tangis ”kalo kakak pergi, trus temen Dian bermain siapa?”
Kata-kata itu seperti meluluhkan hati Arya yang sekeras batu. Kata-katanya begitu polos, begitu lugu dan begitu menyentuh. Ada sesuatu yang beda saat itu. Arya merasa benar-benar ada kasih sayang antara ia dengan adiknya. Arya menarik nafas panjang dan mulai berbicara pada adiknya. ”adik” suara Arya lirih dan ia lepas perlahan pelukannya mencoba mensejajarkan tingginya dengan Dian agar ia bisa menatap wajah adiknya yang sudah basah dengan air mata.
”kakak pergi dulu ya. kakak mau kuliah disana dan kakak pasti pulang”
”kapan?”
”ya kalo libur kan kakak bisa pulang”
”bener?”
”iya kakak janji”
”awas kalo boong”
”iyaaa..”
Sebelum ia mendengar kata-kata keluar lagi dari mulut adiknya, ia langsung pamitan. ”kakak berangkat dulu ya.. jangan nakal ya di rumah, jangan bikin ayah ibu marah”
Arya melihat Dian hanya tersenyum manis padanya.
Ia berbalik arah, menghela nafas panjang. Dengan langkah kaki yang pasti dan sudah tak terasa berat, ia berjalan menjauh dari mereka dan hilang di balik pintu dan meninggalkan pagi yang mengharukan ini.
ΩΩΩΩΩ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar