Minggu, 24 November 2013

(belum ada judul)



Malam ini tak seperti malam-malam kemarin, mungkin di karenakan hujan yang turun tak kunjung berhenti yang membuat suasanan tak seramai kemarin. Ori dan Dria Cuma bisa duduk di teras berdua dan masih belum banyak yang mereka perbuat, hanya saling sibuk sendiri dengan handphonenya masing-masing.
“sepi gini enaknya ngapain ya?” celoteh Ori tiba-tiba membuka obrolan. Mungkin juga karena bosan dengan apa yang dia perbuat dengan handphonenya.
“apa ya mas?” Dria balik bertanya.
“cerita-cerita lagi aja Dri” usul Ori yang memang dirinya senang mendengar banyak cerita dari Dria, entah soal cerita ahantu atau curhatan Dria. “terserah mau cerita apa, hantu lagi boleh, cinta boleh atau apalah terserah kamu” lanjut Ori sebelum Dria mengucap kata.
“cerita cinta aja ya” Dria memberikan topik.
“oke deh”
“tapi sebenarnya ini secret” ucapnya ragu-ragu antara ingin di ceritakan atau tidak.
“ya kalau emang rahasia, nggak usah aja, ganti topik lain aja yang umum, bukan rahasia” sahut Ori.
“tapi gak apa-apalah. Aku kalau udah deket dengan seseorang, apapun pasti aku ceritakan. Nggak seperti dulu, dulu setiap ada masalah aku selalu simpen sendiri, tapi sekarang beda dan rasanya lebih enteng saat aku bercerita”
“iya sih. Tapi yakin mau cerita tentang tadi?” ucapnya meyakinkan Dria kembali.
“iya mas” jawab Dria yakin.
“oke deh”
“tapi aku udah pernah cerita soal aku suka sama temen kampusku belum to mas?” tanya Dria kepada Ori.
“kayaknya belum Dri” jawabnya masih santai.
“jadi gini, dulu kan pas makrab di kampus ada juri malam. Jadi satu kelompok tu ada 10 orang, lalu kita harus berjalan berpasang-pasang. Waktu itu aku pas dapet sama seorang cowok yang sebelumnya aku nggak pernah kenal dia. jadi kita harus berjalan dengan di beri bekal satu sarung, lilin dan 5biji korek api kayu, padahal jarak yang harus kita tempuh itu sangat jauh. Gimana caranya kita harus menjaga lilin itu agar tidak mati. Jadi waktu itu rasanya sangat romantis, dimana kita berjalan Cuma berdua dengan satu sarung sambil bawa lilin. Dari situ aku mulai suka dengan dia”
“itu sebelum kamu sama dafi atau?” tanya Ori menyela.
“aku udah pacaran dengan Dafi. Tapi waktu itu aku udah putus”
“putus? Jadi kamu sama Dafi pernah putus? Jadi selama 8 bulan itu kamu putus nyambung ma Dafi?” tanya lagi Ori.
“iya” jawab singkat Dria yang membuat Ori hanya berkata “ooo..”. “oya balik lagi ke topik, dia juga tahu kalau aku sudah punya pacar. Emang sejak itu hubunganku dengan dia jadi deket, aku juga sering curhat ke dia, termasuk kalau aku sudah punya pacar, tapi sejak dia tahu aku punya pacar dia terus menghilang, sms pun tidak.
Aku sukanya dari dia tuh, dia orangnya pinter bergaul, baik ma semua temen-temen, pinter ngomong di depan umum, makanya dia di jadikan ketua. Oya namanya Luki, di FB ku namanya Luki Halim. Dia tu di sukai banyak cewek-cewek di kampus, padahal wajahnya tuh nggak cakep-cakep amat, tapi karismanya itu yang membuat di sukai banyak cewek dikelasku. Tiap hari kalau pada cerita, yang di ceritakan Cuma Luki, Luki dan Luki. Sebenernya aku juga pengen bilang ke mereka kalau aku juga suka Luki”
Wajah Ori perlahan mulai berubah setelah berkali-kali Dria mengatakan kalau dirinya suka dengan Luki. “lalau kenapa kamu nggak bilang saja” lalau tanya Ori kepada Dria.
“aku nggak enak ma Tiki. Tiki itu temen deketku yang suka banget dengan Luki. Dia banyak curhat dengan aku soal Luki, jadi nggak mungkin aku bilang kalau aku juga suka dia. aku udah deket banget ma Tiki, pernah dia nyium pipiku Cuma gara-gara dia paginya ketemu dengan Luki”
“sampai segitunya?” ucap Ori dengan nada heran.
“nggak tahu tuh, pokoknya dia seneng banget kalau ketemu Luki. Sampai bukunya tuh banyak tulisan nama Luki. Itulah yang membuatku galau, disisi lain aku juga suka dengan Luki. Pernah waktu itu tiba-tiba Luki inbok aku di FB nanyain aku kok jarang terlihat di kampus, aku seneng banget dapet inbok dari dia. ternyata dia masih memperhatikan aku, apalagi dia ternyata juga ngomong kalau dia lebih nyaman ma aku. Lalau aku tanya kenapa dia lebih nyaman ma aku, padahal banyak cewek-cewek cantik yang suka ma dia”
“trus dia jawab apa?” sela Ori cepat.
“aduh aku lupa dia bilang apa, yang pasti katanya aku tu beda atau apa gitu” ucapanya terhenti sebentar. “itu yang buat aku galau” lanjut lagi.
“kenapa galau, bukanya kamu juga udah putus ma Dafi sekarang? Kamu nggak nyambung lagi kan ma dia?”
“kalau sekarang nggak, walau aku udah mutusin dia, tapi dia belum mau aku putusin. Sebenarnya kalau cinta, aku masih milih Dafi, tapi kasarnya itu yang nggak bisa aku terima, andai Dafi bisa merubah sifatnya, mungkij aku udah cocok banget”
“itu baru pacaran, apalagi kalau udah nikah? Berapa banyak perabot yang akan hancur di bantingin ma dia”
“tapi dia berjanji akan berubah. tapi aku egois nggak sih kalau mentingin perasaanku sendiri, nggak mentingin perasaan Dafi?”
“ya nggak lah. Bukanya kamu juga udah pernah cerita ma aku kalau dia dulu juga pernah janji. Tapi lihta sekarang? Apa dia bisa nepatin janjinya?” ucap Ori yang sebenarnya juga nggak tahu dengan hal ini dia senang atau sedih. Satu sisi, dia senang karena Dria nggak bisa dengan orang sekasar Dafi yang akhirnya dia memutus Dafi, tapi di satu sisi lagi ternyata Dria sangat suka dengan Luki yang menjadi idola para temannya, apalagi sekarang Luki merespon Dria dan bisa di katakan Luki sudah memilih Dria. Dengan begitu Ori jadi tahu kalau Dria sedikitpun tak ada rasa dengan Ori meski perlakuannya kepada Dria sangatlah terlihat. Ori hanya bisa  menahan hatinya yang mulai kacau balau dengan perasaanya. Apalagi Ori sudah mencium gelagat teman kerjanya yang suka dengan Dria. Ori sekarang menyadari bahwa keadaan ini mulai kusut. Dimana teman kerjanya juga suka dengan Dria, sedang Dria suka dengan teman kuliahnya yang juga disukai banyak temannya bahkan teman dekatnya sendiri, Tiki.
“iya sih. Dia Cuma janji-janji aja”
“trus sampai sekarang Tiki nggak tahu kalau kamu juga suka ma Luki?” tanya Ori
“sepertinya sudah tahu, aku kan juga sering curhat dengan teman kuliahku yang lain tentang ini”
“trus reaksi Tiki setelah tahu kalau kamu juga suka ma Luki gimana?” sela Ori lagi
“ya masih baik, kami masih deket”
“ya sekarang kalau kamu benar-benar suka ma Luki, kalian bersaing secara sportif aja. Bilanag baik-baik ma temenmu. Lagian menurutku dengan Tiki udah tahu kalau kamu juga suka Luki dan reaksinya dia ke kamu nggak berubah, itu artinya Tiki sportif. Kalau orang nggak sportif, kalau tahu ada orang lain yang juga suka dengan yang dia suka, apalagi temennya sendiri, dia pasti udah menjauh. Tapi kenyataanya nggak kan?”
“tapi aku tetep nggak enak ma Tiki. Luki juga pernah bilang sesuatu ma aku, kalau aku nggak menerimanya, aku berarti nggak memperdulikan perasaannya. Ah.. aku jadi bingung, kalau aku terima Luki, akan ada sat orang yang terluka, tapi kalau aku nggak terima Luki, akan ada tiga orang yang terluka?”
“tiga orang?” ucap Ori heran dengan tiga orang yang di maksud.
“iya, kalau nggak terima Luki, akan ada tiga orang yang terluka yaitu aku, Luki dan Tiki. Tapi kalau aku terima Luki, Cuma sati orang yang akan terluka yaitu Tiki”
“bukan hanya Tiki Dri, tapi aku juga akan patah hati” ucap Ori dalam hati di sela kata-kata Dria.
“karena Luki pernah bilang, kalau aku nggak terima dirinya, apa Tiki akan bahagia? Karena Luki juga nggak akan ma Tiki. Aku juga pernah tanya ke dia kenapa dia nggak mau milih Tiki, aku juga bilang kalau Tiki itu orangnya cantik. Tapi dia jawab kalau Tiki emang cantik, tapi centil, kalau ngobrol juga nggak nyambung”.
“aku tahu, karena kamu dulu juga pernah berada di posisi Tiki kan waktu SMA, dimana kamu pernah cerita kalau dulu kamu pernah suka ma cowok, tapi cowok itu justru milih temenmu. Jadi kamu pasti tahu gimana rasanya jika ini semua terjadi”
“iya mas” Dria terdiam sejenak menhela nafas dan terlihat sedang mencari sesuatau hal lagi yang akan di katakannya. “tapi entah kenapa sejak itu, perhatian Luki semakin berlebihan ke aku. Pernah waktu aku lagi sama Tiki, tiba-tiba Luki lewat dan yang di panggil namaku, padahal di sebelahku adalah Tiki, aku jadi nggak enak dengan Tiki. Pernah juga waktu aku jalan bergandengan dengan Tiki, kita sama-sama jatuh, tapi Luki seketika menarik tanganku, aku yang sadar di sampingku adalah Tiki sontak tanganku aku lepaskan dari genggaman tangan Luki dan Tiki hanya bisa manyun saja. Pernah lagi waktu aku ma Tiki sedang jajan bakso di kantin, aku tersendak, tiba-tiba Luki mengelus-elus kapalaku bagian atas, padahal jelas-jelas di depanku ada Tiki. Padahal aku juga udah sering bilang kalau ada Tiki jangan bersikap seperti itu kepadaku. bahkan aku sempat marah dengan perlakuan dia, aku bilang saja, aku ini siapanya kamu, kalau seperti itu kamu tidak sopan dengan aku. Langsung dia minta maaf ke aku dan berjanji nggak mengulanginya lagi”
“kalau aku lihat dari ceritamu, Luki itu orangnya aneh, susah di tebak”
“bener mas, susah di tebak. Apalagi terakhir, dia pernah bilang TUNGGU AKU. Dan aku nggak tahu apa maksud dari kata-kata itu”
“mungkin dia ingin menyelesaikan suatu masalah lalu baru datang ke kamu, entah itu apa, mungkin urusan dengan teman-temanmu atau apa gitu”
“nggak tahu mas. Oya ada lagi cowok, temen kuliah juga sih, temen ngeband Luki juga, dia suka aku. Ngebet banget, pernah dia nawarin untuk jemput aku di rumah. tapi aku selalu nolak, eh dia malah bilang “emang aku kurang apa?” wah pede banget tu orang”
“dia bilang gitu? Aku kurang apa? Gila tu orang, pede banget. Sebenarnya itu kata-kata yang membunuh dirinya sendiri”
“aku jawab aja, kurangmu Cuma satu, kurang ajar” Dria dan Ori tersenyum. “sampai akhirnya aku tahu kalau dia udah punya pacar di daerah asalnya, dia kan dari sumatra. Untung aku nggak nerima dia, gimana kalau aku kemarin aku terima dia. langsung aja aku bilang ke dia “pacar secantik dia, kamu masih aja ngejar-ngejar aku?” setelah itu dia nggak pernah ngejar-ngejar aku lagi. Tapi nggak tahu kenapa banyak yang perhatian ma aku mas, mas Dani, mas Anang, apalagi mas Ori, over banget”
“ternyata kamu sadar juga dengan perlakuanku yang over. Itu karena aku suka sama kamu Dri. Tapi aku nggak tahu apakah kamu tahu tentang perasaan ini atau nggak” ucapnya dalam hati. “over Dri?” ucapnya seolah-olah belaga bego. “biasa aja kok” lanjutnya.
“iya iya mas, bercanda. Oya mas Anang kemarin sempet ngajak aku main”
“Anang? kemana?” ucapnya kaget. sebenarnya bukan kaget karena Anang berani mengajak main Dria, tapi lebih tepatnya kaget karena dia takut jika kalau apa yang Ori takutkan itu akan terjadi. Sebenarnya Ori memang sudah tahu kalau Anang juga suka dengan Dria, tapi Ori tak pernah rela jika Anang sampai berhasil mengajak main Dria dan memperlakukan Dria seperti apa yang sering Anang ceritakan kepada teman-teman kerjannya termasuk dengan Ori. Ori sangat rela jika Dria tak memilih Ori dan memilih orang lain, asal jangan dengan Anang, karena Ori benar-benar tahu bagaimana Anang orangnya. Yang jelas dia bukan orang yang baik buat Dria.
“iya, tapi nggak jadi kok”
“nggak jadi? Syukur eh kalau gitu” ucapnya lega seperti ikan yang di lepas kembali ke dalam air setelah beberapa lama berada di daratan.
“emang kenapa mas?” tanya Dria heran melihat kelegaan Ori.
“dia..” ucapan Ori terhenti
“kenapa mas?” tanya Dria cepat
“sebenarnya aku nggak enak harus ngomong ini ma kamu, karena bagaimanapun juga dia teman aku, tapi aku juga lebih nggak rela kalau kamu sampai main ma dia”
“kenapa to mas?” nadanya semakin penasaran.
“pokoknya kamu jangan sampai main ma dia, dia bukan cowok yang bener, dia emang sering ngajak cewek main ke pantai trus nginep”
“tapi nggak ngapa-ngapain kan?” ucapnya lugu.
“ya banyangin aja, ada dua orang cowok cewek main sampai nginep. Kalau nggak melakukan trus mau ngapain lagi. aku tahu dia begitu karena dia sering cerita hal seperti itu. tapi bener ya kamu jangan bilang dia”
“iya mas. Pantesan kemari ngajaknya juga ke pantai. Waktu aku bilang nggak mau, trus dia bilang terserah kemana aja aku mau. Untung aja kemarin nggak jadi main. Padahal aku udah mandi segala”
“ya udah, besok lagi kalau di ajak lagi, cari alasan apa lah gitu buat nolak, yang penting jangan sampai main ma dia”
“iya mas, apa lagi aku udah tahu dia seperti itu...”
“sial aku malah mengatakan apa yang seharusnya tak ku katakan dalam persaingan, seharusnya aku tak mengatakan kejelekan orang yang jadi sainganku. Seharusnya aku sportif, tapi bagaimana lagi, aku harus mengatakan itu. aku tak rela jika dia sampai main dengan temanku, aku tak mau temanku berbuat hal seperti itu. ah sudahlah.. mungkin emang aku harus mundur saja. Ya mundur saja karena setiap mendengar curhatnya, aku tahu dia tak pernah ada rasa denganku dan yang parah lagi aku tak mau dia beranggapan aku bohong tentang temanku karena sebenarnya aku juga suka dia, aku tak mau di bilang licik dengan menjelek-jelekkan temanku di depannya. Biarlah aku mundur, biar aku simpan rasa ini sebelum tumbuh semakin besar, toh sebentar lagi aku akan pergi dari kota ini. setelah itu aku yakin perasaan hati ini akan luntur dengan sendirinya”
“benar nggak mas” ucapannya terhenti karena melihat wajah Ori yang sepertinya tak mendengarkan apa yang di ucapkannya. “mas!!! Ye malah ngelamun” lanjutnya lagi.
“eh iya Dri. Apa tadi?” ucapnya sembari nyengir-nyengir kuda.
“ah tu kan malah nggak di dengerin” nadanya ngambek.
“iya deh maaf. Ya sudah yang penting bener ya, jangan bilang ke Anang dan jangan pernah main ma dia” terdiam sejenak. “udah yuk kerja lagi”
Curhatan yang tak membuahkan hasil manis, Dria pun masih merasa galau dengan apa yang dirasakan, antara harus meilih cinta atau teman, sedang jika memilih cinta dan egonya, dia tahu bagaimana sakitnya karena dia pernah mengalami posisi itu. apalagi Difa sebenarnya belum mau putus darinya dan berjanji untuk merubah sifatnya. Begitupun dengan Ori, obrolan yang membuahkan sakit hati. Galau juga yang akhirnya di rasakan oleh Ori, antara patah hati karena Dria tak ada sedikitpun perasaan kepadanya meski sepertinya Dria tau perlakuan Ori kepadanya, tak rela jika temannya sampai berhasil mengajaknya main dan harus meundur karena kesalahannya sendiri dengan mengatakan apa yang seharusnya tak boleh di katakan karena hal itu bisa di bilang licik menurutnya dan dia tak mau jika di bilang berbuat licik untuk mendapatkan Dria.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar