“makasih
ya sayang buat malam ini” ucapnya setelah turun dari motorku
“iya
sayang. Daagh sayang, sampai ketemu besok ya” ucapku kepadanya dengan posisiku
yang masih di atas motor.
“iya
sayang, dadagh. I love you” jawabnya yang sudah berdiri di sebelah kiriku.
Ucapan
yang membuat anganku semakin melayang terasa acak dan anganku mulai tak
beraturan, tertuju pada entah apapun itu hingga alam bawah sadarku yang
menguasai semuanya. Itu artinya duniaku sudah berganti dengan dunia mimpi. Ya
aku tertidur. Namun entah pada jam berapa aku sudah berada dalam dunia mimpi,
aku tak pernah bisa mengetahuinya, yang jelas dunia mimpiku seakan begitu cepat
menempatkan aku. Tepat jam enam pagi alarmku berbunyi dengan keras yang membuat
dunia mimpiku hancur luluh lantah dan mengembalikan aku di dunia nyata.
Seperti
biasa, rutinitas pagiku sangatlah padat. Aku harus merapikan kamarku yang
setiap hari seperti kapal pecah walau setiap hari juga telah aku rapikan
setelah bangun tidur, mengumpulkan pakaian-pakaian kotor dan mengantarkan ke
laundry sebelah kost, setelah itu harus antri untuk bisa mandi. Maklum di kost
ini hanya ada satu kamar mandi untuk semua nyawa yang jumlahnya sekitar 20
orang di kost ini. Bukan karena pemilik kost yang pelit menyediakan kamar mandi
hanya satu, tapi anak-anak kost yang memang terlalu brutal memakai kamar mandi
hingga membuat kamar mandi tak bisa di pakai lagi, alhasil kamar mandi yang
tersisa yang masih bisa di pakai tinggal satu, itupun pintunya harus di ganjal
dengan batu dari dalam agar tetap tertutup.
“tadi
malam, malam mingguan kemana bro?” tanya Kendi yang sudah berada di belakangku
yang juga mengantri untuk mandi.
Entah
sejak kapan rutinitas bertanya kepadaku itu dia lakukan dan sejak itu juga
jawaban dia selalu sama “ooo” dan dengan ekspresi yang datar pula, seperti tak
ada sesuatu yang menarik setelah aku jawab setiap pertanyaanya walau jawabanku
sepanjang apapun. Tapi yang aku heran, kenapa dia selalu bertanya kepadaku
tentang aku dan pacarku.
“biasa,
keluar ma Rora”. Kali ini jawabanku sangat singkat tak seperti biasanya. Aku
sudah bosan menjawab dengan jawaban yang panjang, toh komentar dia akan sama.
“ooo”
jawabnya.
Ah
aku sudah bosan dengan komentarnya yang masih juga sama. Sebenarnya sudah sejak
lama aku perhatikan raut wajahnya ketika mengomentari jawabanku atas
pertanyaannya. Dan aku menangkap ada sesuatu yang tertulis di wajanya, tapi entah
apa itu, rasanya memang aneh dengan semua komentar dia jika berhubungan dengan Rora
dan aku tak mampu membaca dengan jelas apa yang tertulis itu. aku malas
membahasnya, apalagi menanyakannya.
Aku
bergegas masuk setelah aku lihat Rendi keluar dari kamar mandi. Belum sampai
aku menanggalkan semua pakaianku, aku mendengar mereka seperti membicarakan
sesuatu yang aku tak bisa mendengarnya dengan jelas, tapi jelas, mereka sedang
membicarakan aku. “ah masa bodoh lah”
ucapku dalam hati dan segera saja menyelesaikan mandiku ini karena aku ada
janji dengan Rora untuk jalan-jalan, mumpung hari minggu.
“kayaknya
ceria banget wajahmu bro? Di dalem dapat apaan?”
Aku
tersenyum menyambut pertanyaan dari Kendi. Baru saja ingin aku jawab, dia sudah
melempariku dengan pertanyaan lagi.
“oya,
tumben pagi-pagi udah mandi, biasanya hari minggu kamu paling males mandi. mau
pergi ya? Ma siapa nih?”
“yup
bener, ma Rora”
“ooo”
“a
o a o aja. Udah sana mandi” suruhku.
Kemeja
kotak-kotak sudah terpakai, minyak wangi sudah tersebar di semua bagian tubuh,
jeans hitam sudah melekat dan sepatu sudah siap. Waktunya untuk berangkat.
“kita
mau kemana jalan-jalan kemana sayang?” ucapku.
“kemana
saja yang penting bersama kamu sayang” jawabnya dengan tangan yang semakin erat
melingkar di perutku dan ku rasakan kepalanya tersandar di pundakku.
Aku
lihat cuaca sangat bersahabat, tidak begitu panas, hanya mendung tanpa ku lihat
tanda-tanda akan turun hujan, sejuk aku rasakan, sesejuk pelukan Rora yang
memelukku di belakang. Aku bawa dia ke sebuah taman, bermain, bercanda, dan
bercerita apa saja. Aku seperti sepasang kekasih yang paling bahagia di dunia.
Aku sangat sayang kepadanya dan begitu juga dengan dia, sangat sayang kepadaku.
Aku
meneguk habis air putih yang sedari tadi tersedia di depanku. Seakan gurun
pasir di kerongkonganku luntur sudah.
“sayang
laper nih” ucap Rora dengan nada manja kepadaku. Nada-nada manja yang sering
keluaar dari mulutnya itu yang membuat aku semakin sayang kepadanya. Seakan
akulah segalanya di hatinya. Dan jujur, itu yang selalu aku rindukan darinya,
nada-nada manja.
“ya
udah kita cari tempat makan ya. Lagi pua kita juga udah lama di sini” ajakku
beranjak dari taman. “mau makan apa?” lanjutku.
“apa
sajalah. Sayang kan udah tahu apa saja makanan kesukaanku” ucapan yang di
akhiri dengan senyum manis dan di tambah sedikit tingkah manjanya pula.
Aku
bawa Rora ke tempat biasa, tempat yang jadi favoritnya juga. Oleh karena itu,
hampir setiap minggu kami sering makan di tempat ini. Sampai hafal dengan semua
waiter dan semua sudut tempat duduk sudah pernah kami tempati. Seperti biasa,
dia memesan semua makanan kesukaannya, sampai para waiter sudah hafal dengan
menu yang akan di pilih Rora. Dalam penantian semua makanan yang sudah kami
pesan, aku terus mendengarkan cerita-ceritanya, memang dia orang yang sangat
cerewet menurutku, tapi aku suka. Pas dengan aku yang lebih banyak diam. Jadi
seimbang.
“entah
kenapa setiap minggu aku makan disini dan makan makanan yang sama juga, aku tak
pernah bosan”
“maaf, boleh saya ke kamar mandi sebentar?”
mungkin akibat minuman yang tadi aku teguk habis di tambah dengan AC yang lama
kelamaan aku rasa semakin dingin. “oya, kamar mandinya di sebelah mana?” lanjut
tanyaku setelah dia mengijinkanku. Bergegas aku menuju arah yang dia tunjukkan.
“aku
tahu kenapa”
“kenapa
sayang?” dengan raut wajah yang mengkerut tanda benar-benar ingin tahu.
“karena
ada aku di depanmu sayang” aku akhiri dengan senyuman kepadanya.
“ah
sayang bisa aja. Tapi bisa juga sayang” dia juga mengakhiri ucapannya dengan
senyuman kepadaku.
Sebenarnya
aku masih ingin berlama-lama bersama dengan Rora, namun selalu saja waktu yang
terus memisahkan kami berdua. Di menjelang petang aku harus mengantarnya ke
rumahnya.
Tapi
sering juga Rora aku ajak main ke kostku, bahkan tak jarang juga sampai larut
malam di dalam kamarku, maklum saja kost yang kami tempati terlalu bebas.
Banyak juga penghuni kost yang lain mengajak pacarnya untuk menginap. Tapi
tidak untuk aku, aku bukan orang yang terlalu bebas untuk itu, aku masih punya
norma-norma yang aku pegang. Tapi aku juga bukan orang yang terlalu lugu dalam
berpacaran. Pernah waktu itu, aku di pergoki oleh Kendi saat aku lupa menutup
pintu kamarku, saat itu aku tengah asik berciuman dengan Rora. Ya, aku baru
ingat, sejak itulah Kendi sering bertanya yang menurutku aneh-aneh kepadaku.
Tak jarang Kendi selalu berdehem atau sengaja batuk ketika lewat depan kamarku
saat aku bersama Rora. Padahal dulu, dia tak seperti itu ketika aku masih
berpacaran dengan Sofhi.
“iya,
dia mantanku yang pergi meninggalkanku untuk selama-lamanya dua tahun lalu,
karena sakit yang dia idap terlalu parah. Namanya Sofhia Alamanda”
“kalau
pacarmu yang sekarang, apa punya nama panjang?”
“iya,
namanya Dan Bintang Aurora”
“apa
mereka mirip?” tanyanya cepat.
“iya,
mereka hampir sama. Sampai aku tak bisa membedakan mereka berdua”
“atau
Rora itu sebenarnya adalah soudara kembar Sofhi atau memang Rora itu adalah
Sofhi” ucapnya yang membuat aku bingung karena aku sudah lama berpacaran dengan
Sofhi dan sudah mengenal semua anggota keluarganya, jadi tak mungkin kalau Rora
adalah saudara kembar Shofhi. “Shofhi adalah Rora? Maksud anda Rora itu
hantunya Sofhi? Tidak mungkin, semua yang aku lakukan bersama Rora terlalu
nyata jika dikatakan Rora adalah hantu. Aku bisa memegang dia aku bisa memeluk
dia, bahkan menciumnya dan pelukannya begitu nyata, jadi tak mungkin juga Rora
adalah hantu dari Sofhi. Tapi memang yang membuatku bingung adalah, tiba-tiba
dia menghilang begitu saja. Sedangkan hubungan kami baik-baik saja”
“bukan
itu maksud saya”
“terus..”
ucapku cepat menyela kata-katanya.
“jadi
begini, setelah saya mendengar semua cerita saudara, saya menyimpulkan bahwa
Rora sebenarnya tak nyata”
“saya
semakin bingung dengan kata-kata anda, bisa tolong lebih di perjelas?”
“banyak
orang yang merasa depresi dan stres ketika di tinggal orang yang sangat di
cintainya. Sama seperti anda yang kehilangan Sofhi. Jika orang itu tak bisa
mengatur pikirannya, otomatis pikiran itu akan berjalan dengan sendirinya,
membuat sesuatu yang tidak nyata seolah-olah nyata. Jadi bisa di sebut, Rora
itu adalah khayalan yang di munculkan oleh pikiran anda sendiri. Apa anda
berpikir, kenapa teman anda sering bertanya kepada anda dan ketika anda jawab,
dia hanya berkomentar “ooo”. Itu karena teman anda tahu bahwa Rora itu tidak
ada. Dan waktu dia memergoki anda sedang di kamar berdua dengan Rora, teman ada
hanya melihat anda itu sendirian sedang melakukan yang anda katakan tadi”
“berarti
anda mengatakan saya gila?”
“tidak,
anda tidak gila, hanya mengalami gangguan dalam pikiran anda, karena anda belum
bisa menerima kenyataan bahwa Sofhi itu meninggal”
“trus
kenapa Rora tiba-tiba menghilang”
“itu
artinya seiring waktu berjalan anda sudah bisa melupakan Sofhi, dan pikiran
anda secara otomatis berangsung kembali normal bersatu dengan semua anggota
tubuh anda yang lain, dengan begitu, pikiran anda yang dulu selalu memunculkan
sosok Rora sekarang tak bisa lagi”
“jadi,
Rora itu hanya imajinasiku saja?”
“ya
begitulah kira-kira”
Aku
benar-benar tak percaya dengan penjelasan yang aku dapat, karena buatku, Rora
begitu nyata menemani hari-hariku. Memang aku akui aku dulu terlalu sangat
mencintai Sofhi sampai aku tak percaya kalu dia meninggal dunia. Tapi bagaimana
keadaanku kini dan siapapun Rora, aku tak bisa melupakan kenangan-kenangan
manis saat bersamanya, meski entah itu benar-benar terjadi atau tidak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar