Minggu, 03 November 2013

Dan Bintang Aurora (kekasih imajinasi)



“makasih ya sayang buat malam ini” ucapnya setelah turun dari motorku
“iya sayang. Daagh sayang, sampai ketemu besok ya” ucapku kepadanya dengan posisiku yang masih di atas motor.
“iya sayang, dadagh. I love you” jawabnya yang sudah berdiri di sebelah kiriku.
Ucapan yang membuat anganku semakin melayang terasa acak dan anganku mulai tak beraturan, tertuju pada entah apapun itu hingga alam bawah sadarku yang menguasai semuanya. Itu artinya duniaku sudah berganti dengan dunia mimpi. Ya aku tertidur. Namun entah pada jam berapa aku sudah berada dalam dunia mimpi, aku tak pernah bisa mengetahuinya, yang jelas dunia mimpiku seakan begitu cepat menempatkan aku. Tepat jam enam pagi alarmku berbunyi dengan keras yang membuat dunia mimpiku hancur luluh lantah dan mengembalikan aku di dunia nyata.
Seperti biasa, rutinitas pagiku sangatlah padat. Aku harus merapikan kamarku yang setiap hari seperti kapal pecah walau setiap hari juga telah aku rapikan setelah bangun tidur, mengumpulkan pakaian-pakaian kotor dan mengantarkan ke laundry sebelah kost, setelah itu harus antri untuk bisa mandi. Maklum di kost ini hanya ada satu kamar mandi untuk semua nyawa yang jumlahnya sekitar 20 orang di kost ini. Bukan karena pemilik kost yang pelit menyediakan kamar mandi hanya satu, tapi anak-anak kost yang memang terlalu brutal memakai kamar mandi hingga membuat kamar mandi tak bisa di pakai lagi, alhasil kamar mandi yang tersisa yang masih bisa di pakai tinggal satu, itupun pintunya harus di ganjal dengan batu dari dalam agar tetap tertutup.
“tadi malam, malam mingguan kemana bro?” tanya Kendi yang sudah berada di belakangku yang juga mengantri untuk mandi.
Entah sejak kapan rutinitas bertanya kepadaku itu dia lakukan dan sejak itu juga jawaban dia selalu sama “ooo” dan dengan ekspresi yang datar pula, seperti tak ada sesuatu yang menarik setelah aku jawab setiap pertanyaanya walau jawabanku sepanjang apapun. Tapi yang aku heran, kenapa dia selalu bertanya kepadaku tentang aku dan pacarku.
“biasa, keluar ma Rora”. Kali ini jawabanku sangat singkat tak seperti biasanya. Aku sudah bosan menjawab dengan jawaban yang panjang, toh komentar dia akan sama.
“ooo” jawabnya.
Ah aku sudah bosan dengan komentarnya yang masih juga sama. Sebenarnya sudah sejak lama aku perhatikan raut wajahnya ketika mengomentari jawabanku atas pertanyaannya. Dan aku menangkap ada sesuatu yang tertulis di wajanya, tapi entah apa itu, rasanya memang aneh dengan semua komentar dia jika berhubungan dengan Rora dan aku tak mampu membaca dengan jelas apa yang tertulis itu. aku malas membahasnya, apalagi menanyakannya.
Aku bergegas masuk setelah aku lihat Rendi keluar dari kamar mandi. Belum sampai aku menanggalkan semua pakaianku, aku mendengar mereka seperti membicarakan sesuatu yang aku tak bisa mendengarnya dengan jelas, tapi jelas, mereka sedang membicarakan aku. “ah masa bodoh lah” ucapku dalam hati dan segera saja menyelesaikan mandiku ini karena aku ada janji dengan Rora untuk jalan-jalan, mumpung hari minggu.
“kayaknya ceria banget wajahmu bro? Di dalem dapat apaan?”
Aku tersenyum menyambut pertanyaan dari Kendi. Baru saja ingin aku jawab, dia sudah melempariku dengan pertanyaan lagi.
“oya, tumben pagi-pagi udah mandi, biasanya hari minggu kamu paling males mandi. mau pergi ya? Ma siapa nih?”
“yup bener, ma Rora”
“ooo”
“a o a o aja. Udah sana mandi” suruhku.
Kemeja kotak-kotak sudah terpakai, minyak wangi sudah tersebar di semua bagian tubuh, jeans hitam sudah melekat dan sepatu sudah siap. Waktunya untuk berangkat.
“kita mau kemana jalan-jalan kemana sayang?” ucapku.
“kemana saja yang penting bersama kamu sayang” jawabnya dengan tangan yang semakin erat melingkar di perutku dan ku rasakan kepalanya tersandar di pundakku.
Aku lihat cuaca sangat bersahabat, tidak begitu panas, hanya mendung tanpa ku lihat tanda-tanda akan turun hujan, sejuk aku rasakan, sesejuk pelukan Rora yang memelukku di belakang. Aku bawa dia ke sebuah taman, bermain, bercanda, dan bercerita apa saja. Aku seperti sepasang kekasih yang paling bahagia di dunia. Aku sangat sayang kepadanya dan begitu juga dengan dia, sangat sayang kepadaku.
Aku meneguk habis air putih yang sedari tadi tersedia di depanku. Seakan gurun pasir di kerongkonganku luntur sudah.
“sayang laper nih” ucap Rora dengan nada manja kepadaku. Nada-nada manja yang sering keluaar dari mulutnya itu yang membuat aku semakin sayang kepadanya. Seakan akulah segalanya di hatinya. Dan jujur, itu yang selalu aku rindukan darinya, nada-nada manja.
“ya udah kita cari tempat makan ya. Lagi pua kita juga udah lama di sini” ajakku beranjak dari taman. “mau makan apa?” lanjutku.
“apa sajalah. Sayang kan udah tahu apa saja makanan kesukaanku” ucapan yang di akhiri dengan senyum manis dan di tambah sedikit tingkah manjanya pula.
Aku bawa Rora ke tempat biasa, tempat yang jadi favoritnya juga. Oleh karena itu, hampir setiap minggu kami sering makan di tempat ini. Sampai hafal dengan semua waiter dan semua sudut tempat duduk sudah pernah kami tempati. Seperti biasa, dia memesan semua makanan kesukaannya, sampai para waiter sudah hafal dengan menu yang akan di pilih Rora. Dalam penantian semua makanan yang sudah kami pesan, aku terus mendengarkan cerita-ceritanya, memang dia orang yang sangat cerewet menurutku, tapi aku suka. Pas dengan aku yang lebih banyak diam. Jadi seimbang.
“entah kenapa setiap minggu aku makan disini dan makan makanan yang sama juga, aku tak pernah bosan”
 “maaf, boleh saya ke kamar mandi sebentar?” mungkin akibat minuman yang tadi aku teguk habis di tambah dengan AC yang lama kelamaan aku rasa semakin dingin. “oya, kamar mandinya di sebelah mana?” lanjut tanyaku setelah dia mengijinkanku. Bergegas aku menuju arah yang dia tunjukkan.
“aku tahu kenapa”
“kenapa sayang?” dengan raut wajah yang mengkerut tanda benar-benar ingin tahu.
“karena ada aku di depanmu sayang” aku akhiri dengan senyuman kepadanya.
“ah sayang bisa aja. Tapi bisa juga sayang” dia juga mengakhiri ucapannya dengan senyuman kepadaku.
Sebenarnya aku masih ingin berlama-lama bersama dengan Rora, namun selalu saja waktu yang terus memisahkan kami berdua. Di menjelang petang aku harus mengantarnya ke rumahnya.
Tapi sering juga Rora aku ajak main ke kostku, bahkan tak jarang juga sampai larut malam di dalam kamarku, maklum saja kost yang kami tempati terlalu bebas. Banyak juga penghuni kost yang lain mengajak pacarnya untuk menginap. Tapi tidak untuk aku, aku bukan orang yang terlalu bebas untuk itu, aku masih punya norma-norma yang aku pegang. Tapi aku juga bukan orang yang terlalu lugu dalam berpacaran. Pernah waktu itu, aku di pergoki oleh Kendi saat aku lupa menutup pintu kamarku, saat itu aku tengah asik berciuman dengan Rora. Ya, aku baru ingat, sejak itulah Kendi sering bertanya yang menurutku aneh-aneh kepadaku. Tak jarang Kendi selalu berdehem atau sengaja batuk ketika lewat depan kamarku saat aku bersama Rora. Padahal dulu, dia tak seperti itu ketika aku masih berpacaran dengan Sofhi.
“iya, dia mantanku yang pergi meninggalkanku untuk selama-lamanya dua tahun lalu, karena sakit yang dia idap terlalu parah. Namanya Sofhia Alamanda”
“kalau pacarmu yang sekarang, apa punya nama panjang?”
“iya, namanya Dan Bintang Aurora”
“apa mereka mirip?” tanyanya cepat.
“iya, mereka hampir sama. Sampai aku tak bisa membedakan mereka berdua”
“atau Rora itu sebenarnya adalah soudara kembar Sofhi atau memang Rora itu adalah Sofhi” ucapnya yang membuat aku bingung karena aku sudah lama berpacaran dengan Sofhi dan sudah mengenal semua anggota keluarganya, jadi tak mungkin kalau Rora adalah saudara kembar Shofhi. “Shofhi adalah Rora? Maksud anda Rora itu hantunya Sofhi? Tidak mungkin, semua yang aku lakukan bersama Rora terlalu nyata jika dikatakan Rora adalah hantu. Aku bisa memegang dia aku bisa memeluk dia, bahkan menciumnya dan pelukannya begitu nyata, jadi tak mungkin juga Rora adalah hantu dari Sofhi. Tapi memang yang membuatku bingung adalah, tiba-tiba dia menghilang begitu saja. Sedangkan hubungan kami baik-baik saja”
“bukan itu maksud saya”
“terus..” ucapku cepat menyela kata-katanya.
“jadi begini, setelah saya mendengar semua cerita saudara, saya menyimpulkan bahwa Rora sebenarnya tak nyata”
“saya semakin bingung dengan kata-kata anda, bisa tolong lebih di perjelas?”
“banyak orang yang merasa depresi dan stres ketika di tinggal orang yang sangat di cintainya. Sama seperti anda yang kehilangan Sofhi. Jika orang itu tak bisa mengatur pikirannya, otomatis pikiran itu akan berjalan dengan sendirinya, membuat sesuatu yang tidak nyata seolah-olah nyata. Jadi bisa di sebut, Rora itu adalah khayalan yang di munculkan oleh pikiran anda sendiri. Apa anda berpikir, kenapa teman anda sering bertanya kepada anda dan ketika anda jawab, dia hanya berkomentar “ooo”. Itu karena teman anda tahu bahwa Rora itu tidak ada. Dan waktu dia memergoki anda sedang di kamar berdua dengan Rora, teman ada hanya melihat anda itu sendirian sedang melakukan yang anda katakan tadi”
“berarti anda mengatakan saya gila?”
“tidak, anda tidak gila, hanya mengalami gangguan dalam pikiran anda, karena anda belum bisa menerima kenyataan bahwa Sofhi itu meninggal”
“trus kenapa Rora tiba-tiba menghilang”
“itu artinya seiring waktu berjalan anda sudah bisa melupakan Sofhi, dan pikiran anda secara otomatis berangsung kembali normal bersatu dengan semua anggota tubuh anda yang lain, dengan begitu, pikiran anda yang dulu selalu memunculkan sosok Rora sekarang tak bisa lagi”
“jadi, Rora itu hanya imajinasiku saja?”
“ya begitulah kira-kira”
Aku benar-benar tak percaya dengan penjelasan yang aku dapat, karena buatku, Rora begitu nyata menemani hari-hariku. Memang aku akui aku dulu terlalu sangat mencintai Sofhi sampai aku tak percaya kalu dia meninggal dunia. Tapi bagaimana keadaanku kini dan siapapun Rora, aku tak bisa melupakan kenangan-kenangan manis saat bersamanya, meski entah itu benar-benar terjadi atau tidak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar