Baginya tempat yang paling nyaman
adalah meja yang berada di bagian paling pojok. Dimana tempat itu penuh
inspirasi untuk dia menulis. Berteman segelas ice capucino, sepiring french
fries dan tak lupa laptop yang setia menemani, ia seakan tak memperdulikan lagi
apa yang terjadi di sekitarnya dan berapa banyak orang berlalu lalang di
sekitarnya. Pandangannya terus lurus pada layar yang menyala. Namun wajanya
semakin lama semakin berubah, wajah yang tadinya tenang berpantul cahaya dari
layar, berubah wajah dengan raut yang mengkerut. Jelas ia kehilangan ide dari
apa yang akan di tulisnya. Tak jarang jari yang tadinya selalu bercumbu dengan
keybord beralis bercumbu liar dengan rambut kepalanya. “gila... kenapa
tiba-tiba nggak punya ide”. Akhirnya mulutnya pun angkat bicara. Ia minum lagi
ice capucino yang masih tersisa setengah, berharap segarnya dapat
mengkontaminasi isi kepala dan menemukan kembali ide-ide yang hilang berserakan
entah kemana. Habis sudah cairan dingin di gelasnya, namun isi kepala belum
juga kembali segar.
“mbak aku pesen minuman kayak ini
lagi dong” ucapnya kepada waitress setelah lambaian tangan yang membuatnya
mendekat.
“sudah itu saja mas?”
“iya itu aja mbak”
Setelah beberapa langkah berlalu
dari hadapan Dan, waitress itu kembali setelah mendengar ada yang memanggil.
“aku juga pesen ice chocolate ya
mbak”
Dan waitress itu mencatat apa yang
di dengarnya. “ada lagi mas?”
“cukup itu saja mbak”
“baik, tunggu sebentar mas”
Lagi-lagi waitress itu kembali
setelah beberapa langkah berlalu setelah mendengar lelaki yang baru saja memesan minuman
memanggilnya. “iya mas” ucapnya sabar
“gua pesen juga dong”
“pesen apa mas?”
“emm apa ya? Ini aja, fanta satu ya”
“trus yang dua tadi jadi tidak mas?”
akhirnya waitress itu bertanya dengan penuh heran.
“ya elah banyak nanya, iya jadi lah”
Waitress itu semakin bingung dengan
apa yang ia lihat dan alami.
“o ya, nggak usah pake lama ya, gua
haus nih”
Dan segera waitress itu berlalu dari
lelaki yang aneh tadi. sebelum jauh melangkah, ia sempatkan untuk menengok
kembali ke arah lelaki tadi penuh heran. Dan siapa tahu lelaki itu kembali
memanggilnya untuk ke3 kalinya. Pikirnya.
Dan sudah hafal betul kenapa dua
pribadinya muncul bersama-sama. Memang dalam kondisi dirinya yang seperti itu,
mereka selalu hadir. Sebenarnya ia lebih suka jika hanya Deni yang hadir,
karena Denilah yang enak di ajak untuk bicara, dia adalah pribadi yang sabar,
beda dengan Herly yang kehadirannya selalu membuat masalah, dia adalah pribadi
yang penuh emosi dan kasar. Tapi ia juga tak bisa menahan mereka untuk tak
muncul, karena semua itu bukan juga kemauannya.
“kenapa Dan? Bingung lagi ya?” ucap
Deni
“udah lo nggak usah heran gitu Den”
Herly pun angkat bicara
“andai Tuhan berbaik hati untuk
mengabulkan permintaanku, aku Cuma ingin minta satu permintaan”
“apa itu?”
“aku Cuma minta untuk tak
memunculkan kalian”
“justru Tuhan sudah baik hati sama
lo, Dia memunculkan gua sama Deni buat bantu lo yang pikirannya lagi kacau,
semrawut. Buktinya kami muncul Cuma pas kalo lo dalam keadaan seperti ini kan?”
“tumben ngomong bener Her” ucap
heran Deni yang memang sudah tau dengan sifat Herly. “bener apa yang di bilang
Herly Dan”
Senyum sinis pun keluar dari bibir Herly
setelah mendapat sedikit sanjungan dari Deni dalam bentuk pembenaran. Dan hanya
bisa berdiam saja tanpa banyak berkata karena ia juga sadar memang kehadiran
mereka hanya saat ia merasakan kebingungan, kegalauan, kesedihan dan yang lebih
parah lagi saat ia merasakan depresi. Ia memang sudah menyadari itu sejak lama,
sejak ia mengalami patah hati.
“jadi kamu bingung mau nulis apa?”
ucap Deni setelah melihat di layar laptopnya hanya nampak lembar microsoft word
yang polos.
“kenapa? Otak lo lagi nungging? Jadi
ide-ide yang ada di otak lo itu pada berjatohan gitu?”
“iya nih, tiba-tiba bingung mau
nulis apa, mana ide nggak ada yang baru”
“bukannya kamu sendiri yang bilang,
ide cerita itu semuanya basi dan sama semua, hanya itu itu saja, tinggal
bagaimana cara menuangkan pada alur-alur yang berdeda, pada plot-plot yang tak
bisa di tebak”
“iya aku tau, tapi kali ini aku
bener-bener ide di kepala rasanya kering, nggak ada satu katapun yang mau
muncul”
“udah mati aja lo kalo kaya gitu
terus”
“mesin pencetak kata-katamu itu Cuma
butuh di refresh aja Dan”
“dan kalo nggak fresh-fresh juga,
mending di shut down aja”
“baru saja aku setuju dengan apa
yang kamu omongin tadi Her, ee sekarang udah ngaco lagi omonganmu”
“lagian kaya gitu aja ngeluh, cemen
banget kan?”
“sudah tidak usah di denger omongan
Herly”
Obrolan tadi sontak membuat dahi
waitres yang mulus langsung berubah mengkerut karena tanpa sengaja ia mendengar
sedikit monolog yang terdengar seperti dialog. Yang terbesit dalam pikirannya
hanya “udah gila apa ya ni orang”. Tapi tetap berlaku sopan dengan semua tamu,
ia menaruh tiga minuman yang sudah di pesan dan seakan tak menaruh rasa yang
aneh di pikirannya. Ia terus mencoba bersikap biasa seperti ia melayani
tamu-tamu yang lain tanpa berani melayangkan sebuah pertanyaan dan segera
bergegas pergi setelah tak ada lagi yang perlu ia kerjakan disana. Dari
kejauhan dengan penuh rasa penasaran, ia mengawasi terus lelaki itu. Pikirannya
tentang lelaki itu semakin mengatakan iya orang itu memang gila.
“eh nov, lihat deh cowok yang duduk
di pojok itu”
“kenapa emangnya? Kamu naksir ya?”
“hus ngawur kamu”
“trus kenapa?”
“dari tadi aku perhatiin dia tu
ngomong sendiri”
“lagi telponan kali”
“lihat tangannya ndak bawa hape to?
Kupingnya juga ndak pake earphone. Lagian ngomongnya tu kaya orang ngobrol
gitu. Udah gitu lihat minumannya, ada tiga to?”
“iya ya? Ap jangan-jangan lagi
ngobrol sama yang ndak kelihatan”
“setan maksud kamu nov?”
“ya seperti itulah kira-kira, aku
jadi merinding nih”
“kamu tu kebanyakan nonton film
horor. Yang ini beda nov, dia bukan ngobrol sama orang lain atau setan seperti
yang kamu bilang, tapi dia ngobrol dengan dirinya sendiri, jadi tanya sendiri
di jawab sendiri, ngomong sendiri di komen sendiri”
“ah ndak tau ah, malah bingung aku,
sudah ah aku mau lanjutin kerja, kamu juga sana kerja lagi, ndak usah ngliatin
cowok itu terus, lama-lama naksir loh”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar