“liburan kali ini kamu mau kemana Ar?” Tanya Bagus dengan
logat Balinya yang masih kental.
“gak
tau gus, mungkin mudik ke Jakarta” jawabnya lesuh.
“kalau
begitu, ikut saya kebali gimana?” Bagus menawarkan.
Ajakan
Bagus membuat sumringah Arya dan jelas saja tanpa pikir panjang ia mengiyakan
tawaran tadi. Ia berpikir lumayan untuk mengusir penat karena ujian semester
dan penatnya karena masalah cinta. Apalagi dengan di ajak Bagus, ia tak perlu
mengeluarkan biaya banyak selama disana. “trus kapan kita berangkat?” Arya
bertanya semangat.
“kamu
siapin saja apa yang kamu perlukan. Kalau sudah siap semuanya, kita berangkat”
“oke
siap”
ΨΨΨΨΨΨΨ
Suasana
pulau dewata sudah bisa ia rasakan walau masih dalam perjalanan. Apalagi saat
menyebrangi laut dengan kapal. Bagus memang sengaja memilih naek bus untuk
pulang ke Bali. Arya mencoba keluar menuju dek paling atas untuk melihat
suasana ombak pantai yang mengantarkannya ke pulau dewata. Ia berdiri dan
menyandarkan kedua tangannya dipagar pembatas pinggir kapal. Ia melepas
pandangannya jauh ke tiap gelombang-gelombang ombak yang naek turun. Dari jauh
terlihat cahaya-cahaya kecil bersinar seperti kunang-kunang yang terbang
berbaris rapi. Semakin kapal ini mendekat semakin jelas cahaya-cahaya itu
terlihat. Cahaya yang berasal dari lampu-lampu yang ada di dermaga dan beberapa
gedung yang ada di dekatnya.
Ia
sadar bahwa kapal yang ia tumpangi sebentar lagi akan tiba di dermaga. Ia pun
masuk dan siap-siap untuk melanjutkan perjalanannya. Ia lihat Bagus masih saja
tertidur sedari tadi saat ia meninggalkannya.
(PUISI)
“gus..
gus.. bangun. Kita sudah sampai” ketika kapalnya sudah berlabuh di dermaga. Dan
mereka melanjutkan perjalanannya dengan bus tadi. Kata Bagus masih sekitar satu
jam lagi untuk sampai ke rumahnya.
Menjelang
sore akhirnya mereka sampai juga di sebuah bangunan yang sudah menjadi ciri
khas rumah Bali. Ya mereka sampai di rumah Bagus. Rumah yang cukup besar dengan
gaya Bali yang masih terlihat dari gapura depan sampai belakang dan setiap
sudut rumahnya. “besar juga ya rumah kamu” setelah mereka memasuki halaman
rumah Bagus.
“ya
sudh kita masuk dulu yuk” ajak Bagus kepada Arya yang baru melihat-lihat
sekitar.
Dari
balik pintu jati yang berukir motif bali, dua orang muncul dengan pakaian Bali
juga. Mereka tersenyum ramah menyambut kedatangan kami. Yang sepertinya mereka
sudah tahu kalau Bagus pulang mengajak satu temannya.
“pak,
bu, ini teman saya yang kemarin saya ceritakan”
Arya
tak tahu harus mengucap apa kepada kedua orang tua Bagus. Ia hanya tersenyum
sopan kepada mereka.
“ya
sudah kalian istirahat saja dulu” suruh ibunya Bagus. “kamu antar nak Arya ke
kamarnya, ibu sudah siapkan kamarnya”
“terima
kasih bu” ucap Arya singkat.
Di
kamarnya ia malah tak bisa tidur. Ia putuskan saja untuk keluar rumah untuk
melihat-lihat sekitar rumah Bagus.
“loh
mau kemana nak Arya?” Tanya ibunya Bagus yang melihat Arya keluar rumah. “gak
istirahat dulu?” lanjut bertanya.
“gak
bisa tidur bu, mau lihat-lihat dulu”
“kalu
begitu jangan jauh-jauh ya”
Arya
tersenyum dan melanjutkan langkahnya untuk keluar rumah. Dengan berteman kamera
ia yang ia bawa untuk mengabadikan liburan ini. Ia mulai jeprat-jepret apa saja
yang ia anggap menarik untuk di foto. Mulai dari pemandangan sampai bangunan-bangunan
yang ada di situ. Setelah sekitar satu jam ia berjalan-jalan. Ia kembali pulang
ke rumah Bagus.
Di
kamarnya ia belum juga bisa memejamkan matanya, lantas saja ia menyalakan
laptopnya. Ia meulis beberapa puisi tuk menggambarkan suasana yang telah ia
lihat sehari ini. Beberapa puisi tentang suasana di Bali sudah selesai. Dan ia
menggeserkan cursornya ke tanda SEND lalu ia menekan ENTER. Yang sudah pasti
tujuannya adalah seseorng yang entah dimana. Dewi Kecil.
Ia
juga tak lupa untuk membuat jadwal selama ia berada di Bali. Tempat-tempat yang
ia harus kunjungi. Dan otomatis Baguslah yang akan menjadi tour guidenya.
Pikirnya lagi, lumayan tak perlu
mengeluarkan biaya untuk menyewa tour guide. “Ternyata enak juga punya temen orang Bali jadi bisa mengirit pengeluaran”.pikirnya
dalam hati yang ia bubuhi dengan rasa bersyukur punya teman Bagus.
ΨΨΨΨΨΨΨΨΨΨ
ini
adalah hari pertama ia menelusuri pulai Bali. Sesuai dengan jadwal yang sudah
ia buat tadi malam. Beberapa tempat sudah ia kunjungi, kini saatnya ia menuju
ke tempat yang belum ia coret dari daftar hari ini. Pantai Kuta sebagai tempat
terakhir. Lagi pula tempat yang paling tepat untuk menikmati sunset di sore
ini.
“gus,
aku pergi bentar ya, pengen cari obyek yang bagus nih” Ia memisahkan diri
dengan Bagus, ia ingin jalan-jalan sendiri menyusuri pantai ini.
“ok.
Tapi jangan jauh-jauh. Nanti kita ketemu dua jam lagi di tempat ini ya” ucapnya
sambil teriak karena Arya keburu kabur dari tempat itu.
Arya
berjalan mendekat ke ombak lalu berbaur dengan kerumunan wisatawan yang ada
disana dengan berbagai aktifitas. Tak lama kemudian ia terlihat menjauh lagi
dan menuju tempat yang agak sepi. Ia duduk beralaskan pasir, cameranya menbidik
surfer yang sedang bergaya melawan ombak dan beberapa wisatawan dengan aktifitas
yang menurut ia unik untuk di abadikan. Dan yang paling menarik untuk di
abadikan dengan kameranya adalah siluet-siluet orang saat matahari mulai
terbenam.
Senja
yang indah berhias sunset sungguh ia nikmati di pulau ini. Sunset yang ia
nikmati lagi sejak terakhir kali ia liburan dengan keluarganya ke pantai ini
saat ia masih SD.
Senja
yang membuat ia tenang, yang menbuat ia perlahan lupa akan masalah cinta yang
ada di hatinya. Senja yang perlahan menggantikan kekuatan seorang Jingga pada
mesin pencetak kata-kata puitis miliknya. Namun kali ini senja adalah sebuah
suasana sore yang indah dengan langit menjingga bercampur suara deburan ombak
dan matahari yang mulai termakan bulat-bulat oleh gelombangg air laut di ufuk
barat.
Waktu
datang juga, waktu yang memaksa Arya untuk kembali pulang meninggalkan suasana
senja ini. Itu bertanda habisnya juga jadwal untuk hari ini. Namun masih ada
jadwal-jadwal selanjutnya yang harus ia kerjakan, mulai dari jadwal belanja
pesanan orang tuanya, budhe Lastri dan tak kalah Heru juga memasan macam-macam
barang.
Sebelum
ia istirahat, ia tak lupa memindahkan hasil jepretanya ke dalam laptopnya untuk
di lihat lagi hasilnya. Kabel data sudah tertancap pada laptopnya. Ia mulai
melihat semua foto-foto itu. Hampir lima puluh foto yang ia ambil hari ini.
Tiba-tiba matanya terhenti pada sebuah foto yang ia ambil di pantai Kuta tadi,
sebuah foto segerombolan orang yang bermain dengan air laut, namun bukan itu
yang menarik matanya, tapi seorang gadis yang berada di antara mereka. Ia tak percaya.
Ia mencoba memperbesar fotonya agar terlihat lebih jelas lagi. Disana terlihat
seorang gadis yang mirip dengan Jingga. Ia masih tak percaya. “apa mungkin dia juga liburan di sini dengan
Dimas? Karena bagi Dimas, liburan ke Bali bukan hal yang sulit” ucapnya
dalam hati sambil melihat dengan jelas gadis itu Jingga atau bukan.
Lagi-lagi
ia di buat penasaran oleh gadis itu, sama persisi dengan kejadian saat pertama
kali ia bertemu Jingga di komplek rumahnya. Bedanya kali ini, entah itu Jingga
atau hanya orang yang mirip dengan Jingga. Tapi ia yakin itu adalah Jingga
setelah ia juga bertanya kepada Bagus untuk lebih memastikan.
“tapi
kenapa dia disini ya Ar?”
“buat
Dimas, pergi ke Bali kan bukan hal yang susah. Tinggal bilang orang tuanya,
terbang deh ke Bali”
“bener
kamu Ar”
“ya
sudah, aku balik ke kamar lagi ya. Makasih Gus”.
Liburan
yang ia harapkan dapat melupakan Jingga penatnya tentang Jingga tak berhasil.
Gadis itu seperti mengikuti dan mengusik dimana saja ia berada, bahkan di Bali
ini. Ingin sekali ia memastikan lagi dengan menelpon Dimas atau Jingga
langsung. Namun tangannya tak bisa bergerak untuk sekedar menekan nomor mereka.
Mungkin sudah cukup jelas dengan tebakan Bagus tadi bahwa gadis dlam fotonya
itu adalah Jingga. “gua udah mencoba
meninggalkan bayangan-bayangan Jingga di Jogjakarta dan berharap gua di sini
bisa fresh. Malah orangnya yang ada disini. Kalo gini caranya, gimana gua bisa
melupakan dia” ia rebahkan tubuhnya di tempat tidur. Ia berpikir ini adalah
kebetulan yang tak pernah ia harapkan. Kebetulan yang hanya membuat ia semakin
penat saja.
ΨΨΨΨΨΨΨ
Ia
terbangun oleh suara handphonenya yang terus bordering. Dengan malasnya ia
mengangkat handphonenya tanpa melihat terlebih dahulu siapa yang menelponya.
“haloo siapa ni” dengan suara khas bangun tidur yang masih ngantuk. Seketika
matanya benar-benar terbuka setelah ia tahu siapa dan lokasi yang berbicara
lewat telpon ini. Dimas menelponnya dari Jakarta dan ia ingin mampir ke rumah
Arya.
“lo
serius sekarang ada di Jakarta?”
“makanya
gua telpon elo, gua pengen mampir ke rumah lo. Gak percaya banget sih lo”
“bukannya
gak percaya, tapi bukannya lo lagi di..” ia tak meneruskan ucapannya karena ia
pikir tak ada gunanya ia mengatakan di Bali. “sorry Dim, tapi gua sekarang lagi
liburan di Bali ma temen gua yang orang Bali”. Ia sedikit lega mengetahui
lokasi Dimas sekarang, tapi tak benar-benar lega karena rasa penasaran itu
mulai muncul lagi.
“gila
lo, kenapa gak ngajak gua liburan di Bali”
“sorry
Dim, gua juga Cuma di ajak Bagus” ia diam sejenak. “oya Jingga ikut lo juga ke
Jakarta?” akhirnya ia bertanya juga tentang Jingga.
“ya
pastilah”
Wajahnya
kini di slimuti lagi oleh rasa penasarannya yang kedua setelah dulu pernah
penasaran dengan Jingga. Setelah merasa tak ada yang harus mereka bicarakan, ia
bergegas pamitan kepada Dimas. Dan langsung menemui Bagus untuk memberi kabar
ini. “gus.. gus.. kita ternyata salah tentang cewek di foto yang aku tunjukin
tadi malem”
“salah
gimana?”
“cewek
itu bukan Jingga Gus”
“kamu
yakin itu Ar?”
“iya
aku yakin, karena sekarang Jingga lagi sama Dimas di Jakarta”
“jadi
cewek itu siapa dong?” Bagus jadi ikut penasaran.
“makanya
buruan yuk kita ke Kuta lagi, siapa tau cewek itu masih main disana” ajaknya
semangat bercampur rasa penasaran yang sudah di ubun-ubun.
Hampir
seharian mereka tongkrongin pantai Kuta itu demi untuk menunggu segala kemungkinan
dan berharap sedikit kebetulan. Tapi senja hampir berlalu, masih saja mereka
tak melihat gadis yang mereka cari. “sudah pulang dulu yuk” ajak Bagus yang
sudah terlihat bosan seharian menunggu sesuatu yang belum pasti di pantai ini.
Terpaksa dengan tangan kosong mereka pulang dan melanjutkan esok hari.
Sebelum
ia benar-benar meninggalkan pantai ini, ia berharap dalam hati bisa bertemu
gadis itu, gadis yang mirip dengan Jingga, mulai dari senyum sampai rambutnya
yang tergambar dalam foto tanpa sengaja olehnya.
ΩΩΩΩΩΩΩΩΩ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar