Sabtu, 27 Oktober 2012

aku bukan pujangga (bag. LIBURAN)




          “liburan kali ini kamu mau kemana Ar?” Tanya Bagus dengan logat Balinya yang masih kental.
“gak tau gus, mungkin mudik ke Jakarta” jawabnya lesuh.
“kalau begitu, ikut saya kebali gimana?” Bagus menawarkan.
Ajakan Bagus membuat sumringah Arya dan jelas saja tanpa pikir panjang ia mengiyakan tawaran tadi. Ia berpikir lumayan untuk mengusir penat karena ujian semester dan penatnya karena masalah cinta. Apalagi dengan di ajak Bagus, ia tak perlu mengeluarkan biaya banyak selama disana. “trus kapan kita berangkat?” Arya bertanya semangat.
“kamu siapin saja apa yang kamu perlukan. Kalau sudah siap semuanya, kita berangkat”
“oke siap”
ΨΨΨΨΨΨΨ

Suasana pulau dewata sudah bisa ia rasakan walau masih dalam perjalanan. Apalagi saat menyebrangi laut dengan kapal. Bagus memang sengaja memilih naek bus untuk pulang ke Bali. Arya mencoba keluar menuju dek paling atas untuk melihat suasana ombak pantai yang mengantarkannya ke pulau dewata. Ia berdiri dan menyandarkan kedua tangannya dipagar pembatas pinggir kapal. Ia melepas pandangannya jauh ke tiap gelombang-gelombang ombak yang naek turun. Dari jauh terlihat cahaya-cahaya kecil bersinar seperti kunang-kunang yang terbang berbaris rapi. Semakin kapal ini mendekat semakin jelas cahaya-cahaya itu terlihat. Cahaya yang berasal dari lampu-lampu yang ada di dermaga dan beberapa gedung yang ada di dekatnya.
Ia sadar bahwa kapal yang ia tumpangi sebentar lagi akan tiba di dermaga. Ia pun masuk dan siap-siap untuk melanjutkan perjalanannya. Ia lihat Bagus masih saja tertidur sedari tadi saat ia meninggalkannya.
(PUISI)
“gus.. gus.. bangun. Kita sudah sampai” ketika kapalnya sudah berlabuh di dermaga. Dan mereka melanjutkan perjalanannya dengan bus tadi. Kata Bagus masih sekitar satu jam lagi untuk sampai ke rumahnya.
Menjelang sore akhirnya mereka sampai juga di sebuah bangunan yang sudah menjadi ciri khas rumah Bali. Ya mereka sampai di rumah Bagus. Rumah yang cukup besar dengan gaya Bali yang masih terlihat dari gapura depan sampai belakang dan setiap sudut rumahnya. “besar juga ya rumah kamu” setelah mereka memasuki halaman rumah Bagus.
“ya sudh kita masuk dulu yuk” ajak Bagus kepada Arya yang baru melihat-lihat sekitar.
Dari balik pintu jati yang berukir motif bali, dua orang muncul dengan pakaian Bali juga. Mereka tersenyum ramah menyambut kedatangan kami. Yang sepertinya mereka sudah tahu kalau Bagus pulang mengajak satu temannya.
“pak, bu, ini teman saya yang kemarin saya ceritakan”
Arya tak tahu harus mengucap apa kepada kedua orang tua Bagus. Ia hanya tersenyum sopan kepada mereka.
“ya sudah kalian istirahat saja dulu” suruh ibunya Bagus. “kamu antar nak Arya ke kamarnya, ibu sudah siapkan kamarnya”
“terima kasih bu” ucap Arya singkat.
Di kamarnya ia malah tak bisa tidur. Ia putuskan saja untuk keluar rumah untuk melihat-lihat sekitar rumah Bagus.
“loh mau kemana nak Arya?” Tanya ibunya Bagus yang melihat Arya keluar rumah. “gak istirahat dulu?” lanjut bertanya.
“gak bisa tidur bu, mau lihat-lihat dulu”
“kalu begitu jangan jauh-jauh ya”
Arya tersenyum dan melanjutkan langkahnya untuk keluar rumah. Dengan berteman kamera ia yang ia bawa untuk mengabadikan liburan ini. Ia mulai jeprat-jepret apa saja yang ia anggap menarik untuk di foto. Mulai dari pemandangan sampai bangunan-bangunan yang ada di situ. Setelah sekitar satu jam ia berjalan-jalan. Ia kembali pulang ke rumah Bagus.
Di kamarnya ia belum juga bisa memejamkan matanya, lantas saja ia menyalakan laptopnya. Ia meulis beberapa puisi tuk menggambarkan suasana yang telah ia lihat sehari ini. Beberapa puisi tentang suasana di Bali sudah selesai. Dan ia menggeserkan cursornya ke tanda SEND lalu ia menekan ENTER. Yang sudah pasti tujuannya adalah seseorng yang entah dimana. Dewi Kecil.
Ia juga tak lupa untuk membuat jadwal selama ia berada di Bali. Tempat-tempat yang ia harus kunjungi. Dan otomatis Baguslah yang akan menjadi tour guidenya. Pikirnya lagi,  lumayan tak perlu mengeluarkan biaya untuk menyewa tour guide. “Ternyata enak juga punya temen orang Bali jadi bisa mengirit pengeluaran”.pikirnya dalam hati yang ia bubuhi dengan rasa bersyukur punya teman Bagus.
ΨΨΨΨΨΨΨΨΨΨ

ini adalah hari pertama ia menelusuri pulai Bali. Sesuai dengan jadwal yang sudah ia buat tadi malam. Beberapa tempat sudah ia kunjungi, kini saatnya ia menuju ke tempat yang belum ia coret dari daftar hari ini. Pantai Kuta sebagai tempat terakhir. Lagi pula tempat yang paling tepat untuk menikmati sunset di sore ini.
“gus, aku pergi bentar ya, pengen cari obyek yang bagus nih” Ia memisahkan diri dengan Bagus, ia ingin jalan-jalan sendiri menyusuri pantai ini.
“ok. Tapi jangan jauh-jauh. Nanti kita ketemu dua jam lagi di tempat ini ya” ucapnya sambil teriak karena Arya keburu kabur dari tempat itu.
Arya berjalan mendekat ke ombak lalu berbaur dengan kerumunan wisatawan yang ada disana dengan berbagai aktifitas. Tak lama kemudian ia terlihat menjauh lagi dan menuju tempat yang agak sepi. Ia duduk beralaskan pasir, cameranya menbidik surfer yang sedang bergaya melawan ombak dan beberapa wisatawan dengan aktifitas yang menurut ia unik untuk di abadikan. Dan yang paling menarik untuk di abadikan dengan kameranya adalah siluet-siluet orang saat matahari mulai terbenam.
Senja yang indah berhias sunset sungguh ia nikmati di pulau ini. Sunset yang ia nikmati lagi sejak terakhir kali ia liburan dengan keluarganya ke pantai ini saat ia masih SD.
Senja yang membuat ia tenang, yang menbuat ia perlahan lupa akan masalah cinta yang ada di hatinya. Senja yang perlahan menggantikan kekuatan seorang Jingga pada mesin pencetak kata-kata puitis miliknya. Namun kali ini senja adalah sebuah suasana sore yang indah dengan langit menjingga bercampur suara deburan ombak dan matahari yang mulai termakan bulat-bulat oleh gelombangg air laut di ufuk barat.
Waktu datang juga, waktu yang memaksa Arya untuk kembali pulang meninggalkan suasana senja ini. Itu bertanda habisnya juga jadwal untuk hari ini. Namun masih ada jadwal-jadwal selanjutnya yang harus ia kerjakan, mulai dari jadwal belanja pesanan orang tuanya, budhe Lastri dan tak kalah Heru juga memasan macam-macam barang.
Sebelum ia istirahat, ia tak lupa memindahkan hasil jepretanya ke dalam laptopnya untuk di lihat lagi hasilnya. Kabel data sudah tertancap pada laptopnya. Ia mulai melihat semua foto-foto itu. Hampir lima puluh foto yang ia ambil hari ini. Tiba-tiba matanya terhenti pada sebuah foto yang ia ambil di pantai Kuta tadi, sebuah foto segerombolan orang yang bermain dengan air laut, namun bukan itu yang menarik matanya, tapi seorang gadis yang berada di antara mereka. Ia tak percaya. Ia mencoba memperbesar fotonya agar terlihat lebih jelas lagi. Disana terlihat seorang gadis yang mirip dengan Jingga. Ia masih tak percaya. “apa mungkin dia juga liburan di sini dengan Dimas? Karena bagi Dimas, liburan ke Bali bukan hal yang sulit” ucapnya dalam hati sambil melihat dengan jelas gadis itu Jingga atau bukan.
Lagi-lagi ia di buat penasaran oleh gadis itu, sama persisi dengan kejadian saat pertama kali ia bertemu Jingga di komplek rumahnya. Bedanya kali ini, entah itu Jingga atau hanya orang yang mirip dengan Jingga. Tapi ia yakin itu adalah Jingga setelah ia juga bertanya kepada Bagus untuk lebih memastikan.
“tapi kenapa dia disini ya Ar?”
“buat Dimas, pergi ke Bali kan bukan hal yang susah. Tinggal bilang orang tuanya, terbang deh ke Bali”
“bener kamu Ar”
“ya sudah, aku balik ke kamar lagi ya. Makasih Gus”.
Liburan yang ia harapkan dapat melupakan Jingga penatnya tentang Jingga tak berhasil. Gadis itu seperti mengikuti dan mengusik dimana saja ia berada, bahkan di Bali ini. Ingin sekali ia memastikan lagi dengan menelpon Dimas atau Jingga langsung. Namun tangannya tak bisa bergerak untuk sekedar menekan nomor mereka. Mungkin sudah cukup jelas dengan tebakan Bagus tadi bahwa gadis dlam fotonya itu adalah Jingga. “gua udah mencoba meninggalkan bayangan-bayangan Jingga di Jogjakarta dan berharap gua di sini bisa fresh. Malah orangnya yang ada disini. Kalo gini caranya, gimana gua bisa melupakan dia” ia rebahkan tubuhnya di tempat tidur. Ia berpikir ini adalah kebetulan yang tak pernah ia harapkan. Kebetulan yang hanya membuat ia semakin penat saja.
ΨΨΨΨΨΨΨ

Ia terbangun oleh suara handphonenya yang terus bordering. Dengan malasnya ia mengangkat handphonenya tanpa melihat terlebih dahulu siapa yang menelponya. “haloo siapa ni” dengan suara khas bangun tidur yang masih ngantuk. Seketika matanya benar-benar terbuka setelah ia tahu siapa dan lokasi yang berbicara lewat telpon ini. Dimas menelponnya dari Jakarta dan ia ingin mampir ke rumah Arya.
“lo serius sekarang ada di Jakarta?”
“makanya gua telpon elo, gua pengen mampir ke rumah lo. Gak percaya banget sih lo”
“bukannya gak percaya, tapi bukannya lo lagi di..” ia tak meneruskan ucapannya karena ia pikir tak ada gunanya ia mengatakan di Bali. “sorry Dim, tapi gua sekarang lagi liburan di Bali ma temen gua yang orang Bali”. Ia sedikit lega mengetahui lokasi Dimas sekarang, tapi tak benar-benar lega karena rasa penasaran itu mulai muncul lagi.
“gila lo, kenapa gak ngajak gua liburan di Bali”
“sorry Dim, gua juga Cuma di ajak Bagus” ia diam sejenak. “oya Jingga ikut lo juga ke Jakarta?” akhirnya ia bertanya juga tentang Jingga.
“ya pastilah”
Wajahnya kini di slimuti lagi oleh rasa penasarannya yang kedua setelah dulu pernah penasaran dengan Jingga. Setelah merasa tak ada yang harus mereka bicarakan, ia bergegas pamitan kepada Dimas. Dan langsung menemui Bagus untuk memberi kabar ini. “gus.. gus.. kita ternyata salah tentang cewek di foto yang aku tunjukin tadi malem”
“salah gimana?”
“cewek itu bukan Jingga Gus”
“kamu yakin itu Ar?”
“iya aku yakin, karena sekarang Jingga lagi sama Dimas di Jakarta”
“jadi cewek itu siapa dong?” Bagus jadi ikut penasaran.
“makanya buruan yuk kita ke Kuta lagi, siapa tau cewek itu masih main disana” ajaknya semangat bercampur rasa penasaran yang sudah di ubun-ubun.
Hampir seharian mereka tongkrongin pantai Kuta itu demi untuk menunggu segala kemungkinan dan berharap sedikit kebetulan. Tapi senja hampir berlalu, masih saja mereka tak melihat gadis yang mereka cari. “sudah pulang dulu yuk” ajak Bagus yang sudah terlihat bosan seharian menunggu sesuatu yang belum pasti di pantai ini. Terpaksa dengan tangan kosong mereka pulang dan melanjutkan esok hari.
Sebelum ia benar-benar meninggalkan pantai ini, ia berharap dalam hati bisa bertemu gadis itu, gadis yang mirip dengan Jingga, mulai dari senyum sampai rambutnya yang tergambar dalam foto tanpa sengaja olehnya.
ΩΩΩΩΩΩΩΩΩ



Tidak ada komentar:

Posting Komentar