Malam
ini tak seperti malam-malam kemarin, mungkin di karenakan hujan yang turun tak
kunjung berhenti yang membuat suasanan tak seramai kemarin. Ori dan Dria Cuma
bisa duduk di teras berdua dan masih belum banyak yang mereka perbuat, hanya
saling sibuk sendiri dengan handphonenya masing-masing.
“sepi
gini enaknya ngapain ya?” celoteh Ori tiba-tiba membuka obrolan. Mungkin juga
karena bosan dengan apa yang dia perbuat dengan handphonenya.
“apa
ya mas?” Dria balik bertanya.
“cerita-cerita
lagi aja Dri” usul Ori yang memang dirinya senang mendengar banyak cerita dari
Dria, entah soal cerita ahantu atau curhatan Dria. “terserah mau cerita apa,
hantu lagi boleh, cinta boleh atau apalah terserah kamu” lanjut Ori sebelum
Dria mengucap kata.
“cerita
cinta aja ya” Dria memberikan topik.
“oke
deh”
“tapi
sebenarnya ini secret” ucapnya ragu-ragu antara ingin di ceritakan atau tidak.
“ya
kalau emang rahasia, nggak usah aja, ganti topik lain aja yang umum, bukan
rahasia” sahut Ori.
“tapi
gak apa-apalah. Aku kalau udah deket dengan seseorang, apapun pasti aku
ceritakan. Nggak seperti dulu, dulu setiap ada masalah aku selalu simpen
sendiri, tapi sekarang beda dan rasanya lebih enteng saat aku bercerita”
“iya
sih. Tapi yakin mau cerita tentang tadi?” ucapnya meyakinkan Dria kembali.
“iya
mas” jawab Dria yakin.
“oke
deh”
“tapi
aku udah pernah cerita soal aku suka sama temen kampusku belum to mas?” tanya
Dria kepada Ori.
“kayaknya
belum Dri” jawabnya masih santai.
“jadi
gini, dulu kan pas makrab di kampus ada juri malam. Jadi satu kelompok tu ada
10 orang, lalu kita harus berjalan berpasang-pasang. Waktu itu aku pas dapet
sama seorang cowok yang sebelumnya aku nggak pernah kenal dia. jadi kita harus
berjalan dengan di beri bekal satu sarung, lilin dan 5biji korek api kayu, padahal
jarak yang harus kita tempuh itu sangat jauh. Gimana caranya kita harus menjaga
lilin itu agar tidak mati. Jadi waktu itu rasanya sangat romantis, dimana kita
berjalan Cuma berdua dengan satu sarung sambil bawa lilin. Dari situ aku mulai
suka dengan dia”
“itu
sebelum kamu sama dafi atau?” tanya Ori menyela.
“aku
udah pacaran dengan Dafi. Tapi waktu itu aku udah putus”
“putus?
Jadi kamu sama Dafi pernah putus? Jadi selama 8 bulan itu kamu putus nyambung
ma Dafi?” tanya lagi Ori.
“iya”
jawab singkat Dria yang membuat Ori hanya berkata “ooo..”. “oya balik lagi ke
topik, dia juga tahu kalau aku sudah punya pacar. Emang sejak itu hubunganku
dengan dia jadi deket, aku juga sering curhat ke dia, termasuk kalau aku sudah
punya pacar, tapi sejak dia tahu aku punya pacar dia terus menghilang, sms pun
tidak.
Aku
sukanya dari dia tuh, dia orangnya pinter bergaul, baik ma semua temen-temen,
pinter ngomong di depan umum, makanya dia di jadikan ketua. Oya namanya Luki,
di FB ku namanya Luki Halim. Dia tu di sukai banyak cewek-cewek di kampus,
padahal wajahnya tuh nggak cakep-cakep amat, tapi karismanya itu yang membuat
di sukai banyak cewek dikelasku. Tiap hari kalau pada cerita, yang di ceritakan
Cuma Luki, Luki dan Luki. Sebenernya aku juga pengen bilang ke mereka kalau aku
juga suka Luki”
Wajah
Ori perlahan mulai berubah setelah berkali-kali Dria mengatakan kalau dirinya
suka dengan Luki. “lalau kenapa kamu nggak bilang saja” lalau tanya Ori kepada
Dria.
“aku
nggak enak ma Tiki. Tiki itu temen deketku yang suka banget dengan Luki. Dia
banyak curhat dengan aku soal Luki, jadi nggak mungkin aku bilang kalau aku
juga suka dia. aku udah deket banget ma Tiki, pernah dia nyium pipiku Cuma
gara-gara dia paginya ketemu dengan Luki”
“sampai
segitunya?” ucap Ori dengan nada heran.
“nggak
tahu tuh, pokoknya dia seneng banget kalau ketemu Luki. Sampai bukunya tuh
banyak tulisan nama Luki. Itulah yang membuatku galau, disisi lain aku juga
suka dengan Luki. Pernah waktu itu tiba-tiba Luki inbok aku di FB nanyain aku
kok jarang terlihat di kampus, aku seneng banget dapet inbok dari dia. ternyata
dia masih memperhatikan aku, apalagi dia ternyata juga ngomong kalau dia lebih
nyaman ma aku. Lalau aku tanya kenapa dia lebih nyaman ma aku, padahal banyak
cewek-cewek cantik yang suka ma dia”
“trus
dia jawab apa?” sela Ori cepat.
“aduh
aku lupa dia bilang apa, yang pasti katanya aku tu beda atau apa gitu” ucapanya
terhenti sebentar. “itu yang buat aku galau” lanjut lagi.
“kenapa
galau, bukanya kamu juga udah putus ma Dafi sekarang? Kamu nggak nyambung lagi
kan ma dia?”
“kalau
sekarang nggak, walau aku udah mutusin dia, tapi dia belum mau aku putusin.
Sebenarnya kalau cinta, aku masih milih Dafi, tapi kasarnya itu yang nggak bisa
aku terima, andai Dafi bisa merubah sifatnya, mungkij aku udah cocok banget”
“itu
baru pacaran, apalagi kalau udah nikah? Berapa banyak perabot yang akan hancur
di bantingin ma dia”
“tapi
dia berjanji akan berubah. tapi aku egois nggak sih kalau mentingin perasaanku
sendiri, nggak mentingin perasaan Dafi?”
“ya
nggak lah. Bukanya kamu juga udah pernah cerita ma aku kalau dia dulu juga
pernah janji. Tapi lihta sekarang? Apa dia bisa nepatin janjinya?” ucap Ori
yang sebenarnya juga nggak tahu dengan hal ini dia senang atau sedih. Satu
sisi, dia senang karena Dria nggak bisa dengan orang sekasar Dafi yang akhirnya
dia memutus Dafi, tapi di satu sisi lagi ternyata Dria sangat suka dengan Luki
yang menjadi idola para temannya, apalagi sekarang Luki merespon Dria dan bisa
di katakan Luki sudah memilih Dria. Dengan begitu Ori jadi tahu kalau Dria
sedikitpun tak ada rasa dengan Ori meski perlakuannya kepada Dria sangatlah
terlihat. Ori hanya bisa menahan hatinya
yang mulai kacau balau dengan perasaanya. Apalagi Ori sudah mencium gelagat
teman kerjanya yang suka dengan Dria. Ori sekarang menyadari bahwa keadaan ini
mulai kusut. Dimana teman kerjanya juga suka dengan Dria, sedang Dria suka
dengan teman kuliahnya yang juga disukai banyak temannya bahkan teman dekatnya
sendiri, Tiki.
“iya
sih. Dia Cuma janji-janji aja”
“trus
sampai sekarang Tiki nggak tahu kalau kamu juga suka ma Luki?” tanya Ori
“sepertinya
sudah tahu, aku kan juga sering curhat dengan teman kuliahku yang lain tentang
ini”
“trus
reaksi Tiki setelah tahu kalau kamu juga suka ma Luki gimana?” sela Ori lagi
“ya
masih baik, kami masih deket”
“ya
sekarang kalau kamu benar-benar suka ma Luki, kalian bersaing secara sportif
aja. Bilanag baik-baik ma temenmu. Lagian menurutku dengan Tiki udah tahu kalau
kamu juga suka Luki dan reaksinya dia ke kamu nggak berubah, itu artinya Tiki
sportif. Kalau orang nggak sportif, kalau tahu ada orang lain yang juga suka
dengan yang dia suka, apalagi temennya sendiri, dia pasti udah menjauh. Tapi
kenyataanya nggak kan?”
“tapi
aku tetep nggak enak ma Tiki. Luki juga pernah bilang sesuatu ma aku, kalau aku
nggak menerimanya, aku berarti nggak memperdulikan perasaannya. Ah.. aku jadi
bingung, kalau aku terima Luki, akan ada sat orang yang terluka, tapi kalau aku
nggak terima Luki, akan ada tiga orang yang terluka?”
“tiga
orang?” ucap Ori heran dengan tiga orang yang di maksud.
“iya,
kalau nggak terima Luki, akan ada tiga orang yang terluka yaitu aku, Luki dan
Tiki. Tapi kalau aku terima Luki, Cuma sati orang yang akan terluka yaitu Tiki”
“bukan hanya Tiki Dri, tapi aku
juga akan patah hati” ucap Ori dalam hati di sela
kata-kata Dria.
“karena
Luki pernah bilang, kalau aku nggak terima dirinya, apa Tiki akan bahagia?
Karena Luki juga nggak akan ma Tiki. Aku juga pernah tanya ke dia kenapa dia
nggak mau milih Tiki, aku juga bilang kalau Tiki itu orangnya cantik. Tapi dia
jawab kalau Tiki emang cantik, tapi centil, kalau ngobrol juga nggak nyambung”.
“aku
tahu, karena kamu dulu juga pernah berada di posisi Tiki kan waktu SMA, dimana
kamu pernah cerita kalau dulu kamu pernah suka ma cowok, tapi cowok itu justru
milih temenmu. Jadi kamu pasti tahu gimana rasanya jika ini semua terjadi”
“iya
mas” Dria terdiam sejenak menhela nafas dan terlihat sedang mencari sesuatau
hal lagi yang akan di katakannya. “tapi entah kenapa sejak itu, perhatian Luki
semakin berlebihan ke aku. Pernah waktu aku lagi sama Tiki, tiba-tiba Luki
lewat dan yang di panggil namaku, padahal di sebelahku adalah Tiki, aku jadi
nggak enak dengan Tiki. Pernah juga waktu aku jalan bergandengan dengan Tiki,
kita sama-sama jatuh, tapi Luki seketika menarik tanganku, aku yang sadar di
sampingku adalah Tiki sontak tanganku aku lepaskan dari genggaman tangan Luki
dan Tiki hanya bisa manyun saja. Pernah lagi waktu aku ma Tiki sedang jajan
bakso di kantin, aku tersendak, tiba-tiba Luki mengelus-elus kapalaku bagian
atas, padahal jelas-jelas di depanku ada Tiki. Padahal aku juga udah sering
bilang kalau ada Tiki jangan bersikap seperti itu kepadaku. bahkan aku sempat
marah dengan perlakuan dia, aku bilang saja, aku ini siapanya kamu, kalau seperti
itu kamu tidak sopan dengan aku. Langsung dia minta maaf ke aku dan berjanji
nggak mengulanginya lagi”
“kalau
aku lihat dari ceritamu, Luki itu orangnya aneh, susah di tebak”
“bener
mas, susah di tebak. Apalagi terakhir, dia pernah bilang TUNGGU AKU. Dan aku
nggak tahu apa maksud dari kata-kata itu”
“mungkin
dia ingin menyelesaikan suatu masalah lalu baru datang ke kamu, entah itu apa,
mungkin urusan dengan teman-temanmu atau apa gitu”
“nggak
tahu mas. Oya ada lagi cowok, temen kuliah juga sih, temen ngeband Luki juga,
dia suka aku. Ngebet banget, pernah dia nawarin untuk jemput aku di rumah. tapi
aku selalu nolak, eh dia malah bilang “emang aku kurang apa?” wah pede banget
tu orang”
“dia
bilang gitu? Aku kurang apa? Gila tu orang, pede banget. Sebenarnya itu
kata-kata yang membunuh dirinya sendiri”
“aku
jawab aja, kurangmu Cuma satu, kurang ajar” Dria dan Ori tersenyum. “sampai
akhirnya aku tahu kalau dia udah punya pacar di daerah asalnya, dia kan dari
sumatra. Untung aku nggak nerima dia, gimana kalau aku kemarin aku terima dia.
langsung aja aku bilang ke dia “pacar secantik dia, kamu masih aja
ngejar-ngejar aku?” setelah itu dia nggak pernah ngejar-ngejar aku lagi. Tapi
nggak tahu kenapa banyak yang perhatian ma aku mas, mas Dani, mas Anang,
apalagi mas Ori, over banget”
“ternyata kamu sadar juga dengan
perlakuanku yang over. Itu karena aku suka sama kamu Dri. Tapi aku nggak tahu
apakah kamu tahu tentang perasaan ini atau nggak” ucapnya
dalam hati. “over Dri?” ucapnya seolah-olah belaga bego. “biasa aja kok”
lanjutnya.
“iya
iya mas, bercanda. Oya mas Anang kemarin sempet ngajak aku main”
“Anang?
kemana?” ucapnya kaget. sebenarnya bukan kaget karena Anang berani mengajak
main Dria, tapi lebih tepatnya kaget karena dia takut jika kalau apa yang Ori
takutkan itu akan terjadi. Sebenarnya Ori memang sudah tahu kalau Anang juga
suka dengan Dria, tapi Ori tak pernah rela jika Anang sampai berhasil mengajak
main Dria dan memperlakukan Dria seperti apa yang sering Anang ceritakan kepada
teman-teman kerjannya termasuk dengan Ori. Ori sangat rela jika Dria tak
memilih Ori dan memilih orang lain, asal jangan dengan Anang, karena Ori
benar-benar tahu bagaimana Anang orangnya. Yang jelas dia bukan orang yang baik
buat Dria.
“iya,
tapi nggak jadi kok”
“nggak
jadi? Syukur eh kalau gitu” ucapnya lega seperti ikan yang di lepas kembali ke
dalam air setelah beberapa lama berada di daratan.
“emang
kenapa mas?” tanya Dria heran melihat kelegaan Ori.
“dia..”
ucapan Ori terhenti
“kenapa
mas?” tanya Dria cepat
“sebenarnya
aku nggak enak harus ngomong ini ma kamu, karena bagaimanapun juga dia teman
aku, tapi aku juga lebih nggak rela kalau kamu sampai main ma dia”
“kenapa
to mas?” nadanya semakin penasaran.
“pokoknya
kamu jangan sampai main ma dia, dia bukan cowok yang bener, dia emang sering
ngajak cewek main ke pantai trus nginep”
“tapi
nggak ngapa-ngapain kan?” ucapnya lugu.
“ya
banyangin aja, ada dua orang cowok cewek main sampai nginep. Kalau nggak
melakukan trus mau ngapain lagi. aku tahu dia begitu karena dia sering cerita
hal seperti itu. tapi bener ya kamu jangan bilang dia”
“iya
mas. Pantesan kemari ngajaknya juga ke pantai. Waktu aku bilang nggak mau, trus
dia bilang terserah kemana aja aku mau. Untung aja kemarin nggak jadi main.
Padahal aku udah mandi segala”
“ya
udah, besok lagi kalau di ajak lagi, cari alasan apa lah gitu buat nolak, yang
penting jangan sampai main ma dia”
“iya
mas, apa lagi aku udah tahu dia seperti itu...”
“sial aku malah mengatakan apa yang
seharusnya tak ku katakan dalam persaingan, seharusnya aku tak mengatakan
kejelekan orang yang jadi sainganku. Seharusnya aku sportif, tapi bagaimana
lagi, aku harus mengatakan itu. aku tak rela jika dia sampai main dengan
temanku, aku tak mau temanku berbuat hal seperti itu. ah sudahlah.. mungkin
emang aku harus mundur saja. Ya mundur saja karena setiap mendengar curhatnya,
aku tahu dia tak pernah ada rasa denganku dan yang parah lagi aku tak mau dia
beranggapan aku bohong tentang temanku karena sebenarnya aku juga suka dia, aku
tak mau di bilang licik dengan menjelek-jelekkan temanku di depannya. Biarlah
aku mundur, biar aku simpan rasa ini sebelum tumbuh semakin besar, toh sebentar
lagi aku akan pergi dari kota ini. setelah itu aku yakin perasaan hati ini akan
luntur dengan sendirinya”
“benar
nggak mas” ucapannya terhenti karena melihat wajah Ori yang sepertinya tak
mendengarkan apa yang di ucapkannya. “mas!!! Ye malah ngelamun” lanjutnya lagi.
“eh
iya Dri. Apa tadi?” ucapnya sembari nyengir-nyengir kuda.
“ah
tu kan malah nggak di dengerin” nadanya ngambek.
“iya
deh maaf. Ya sudah yang penting bener ya, jangan bilang ke Anang dan jangan
pernah main ma dia” terdiam sejenak. “udah yuk kerja lagi”
Curhatan
yang tak membuahkan hasil manis, Dria pun masih merasa galau dengan apa yang
dirasakan, antara harus meilih cinta atau teman, sedang jika memilih cinta dan
egonya, dia tahu bagaimana sakitnya karena dia pernah mengalami posisi itu.
apalagi Difa sebenarnya belum mau putus darinya dan berjanji untuk merubah
sifatnya. Begitupun dengan Ori, obrolan yang membuahkan sakit hati. Galau juga
yang akhirnya di rasakan oleh Ori, antara patah hati karena Dria tak ada
sedikitpun perasaan kepadanya meski sepertinya Dria tau perlakuan Ori
kepadanya, tak rela jika temannya sampai berhasil mengajaknya main dan harus
meundur karena kesalahannya sendiri dengan mengatakan apa yang seharusnya tak
boleh di katakan karena hal itu bisa di bilang licik menurutnya dan dia tak mau
jika di bilang berbuat licik untuk mendapatkan Dria.