Kamis, 10 Oktober 2013

CERMIN...



“lihat umurmu sekarang sudah berapa. Kamu bukan remaja lagi, bahkan bukan anak kecil lagi, jadi berpikirlah layaknya orang dewasa seperti umurmu kini. Masa remajamu sudah berakhir meskipun masa itu tak pernah kamu nikmati. Aku tahu kamu sangat menyesal tak pernah menikmati masa remajamu di luar duniamu yang hanya kau habiskan dengan wanita yang kamu cintai, dulu. Tapi semua sudah terlambat untuk di ulang kembali masa remajamu selepas dengannya. Sejujurnya aku pun muak melihatmu seperti ini, terpuruk, seolah-olah meratapi nasib yang tak lagi bisa kau ubah. Kamu memang pecundang jika hanya berpikir seperti itu, kamu memang pengecut jika hanya berdiam diri saja, seolah-olah paling terpuruk dalam merasakan luka. Tunjukkan kamu bukan pecundang, tunjukkan kamu bukan pengecut, tunjukkan sikap kedewasaanmu dan tunjukkan pada dunia bahwa kamu bisa melawan semua itu. karena aku tahu sebenarnya kamu bukan seorang pengecut, apalagi pecundang”
Untuk kesekian kalinya aku maki-maki wajah yang ada di depanku. Entah kenapa dan sejak kapan aku mulai muak dan benci melihat wajah itu. tapi seberapapun aku memakinya, bahkan tak jarang aku sampai melayangkan tinjuku tepat di wajah itu seperti seminggu yang lalu, wajah itu tetap diam.
“sebenarnya apa maumu? Apa kamu akan diam saja meratapi dan meratapi nasib? Jawab?” tanyaku yang sebenarnya aku sudah hafal betul dengan reaksi diamnya ketika aku tanya, bahkan sudah seribu kali pertanyaan yang sama aku layangkan. Aku lelah.
Aku balikkan badan dan berjalan lunglai, mengantarkan lelahku menuju peraduan. Tak sampai 3 langkah aku terhenti oleh suara yang mengejutkanku dan dengan jelas terdengar di telingaku. Pandanganku mengarah ke kanan dan ke kiri mencari asal suara yang ku dengar tadi hingga aku temukan seraut wajah di tempat yang sama seperti aku memaki wajah tadi, namun wajah yang aku lihat kini jauh berbeda dengan yang tadi. dengan wajah berapi-api dia mulai bersuara kembali.
“LIHAT SAJA DIRIMU!!! Apa yang kamu lakukan selama ini? kamu hanya bisa memaki dan memaki sesuka hatimu tanpa bisa melihat dirimu sendiri. LIHAT DIRIMU!!!!. Entah sudah berapa lama kau tak pernah keluar kamar hingga lemak kini telah menyelimuti seluruh tubuh. Coba ingat kapan terakhir kali kamu keluar kamar? Hampir satu tahun yang lalu kan? Aku juga tak habis pikir denganmu, kenapa kamu bisa selemah itu, sebodoh itu, sedangkan aku selalu bercermin pada dirimu, lalu siapa sekarang yang pecundang? Siapa yang pengecut? Coba jawab?”
Seketika aliran darah mulai terasa deras mengalir ke kepalaku, tanganku mengepal hebat. “shut up your fucking mouth” tanpa sadar kepalan tangan tadi melayang menghantam tepat ke wajah itu hingga ku dengar dengan jelas suara “PYARRR!!!!”. Sebuah cermin di depanku pecah berserakan di sekitarku. Nafasku terengah-engah kelelahan. Kedua tangan ku letakkan menempel ke dinding, kepalaku tertunduk lesu, seakan tak percaya dengan apa yang telah terjadi. Sekian lama wajah yang hanya diam saja seberapapun aku memakinya, akhirnya angkat bicara juga. Sulit ku percaya.
Kepalaku perlahan terasa berat. Semua benda yang ku lihat mulai bergerak dan berputar, begitupun dengan lantai yang ku injak seakan tak pernah rata. Aku masih tak habis pikir, siapa gerangan yang berbicara tadi? apa hanya perasaanku saja? Tapi terlalu nyata terdengar di telingaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar