“lihat
umurmu sekarang sudah berapa. Kamu bukan remaja lagi, bahkan bukan anak kecil
lagi, jadi berpikirlah layaknya orang dewasa seperti umurmu kini. Masa remajamu
sudah berakhir meskipun masa itu tak pernah kamu nikmati. Aku tahu kamu sangat
menyesal tak pernah menikmati masa remajamu di luar duniamu yang hanya kau
habiskan dengan wanita yang kamu cintai, dulu. Tapi semua sudah terlambat untuk
di ulang kembali masa remajamu selepas dengannya. Sejujurnya aku pun muak
melihatmu seperti ini, terpuruk, seolah-olah meratapi nasib yang tak lagi bisa
kau ubah. Kamu memang pecundang jika hanya berpikir seperti itu, kamu memang
pengecut jika hanya berdiam diri saja, seolah-olah paling terpuruk dalam
merasakan luka. Tunjukkan kamu bukan pecundang, tunjukkan kamu bukan pengecut,
tunjukkan sikap kedewasaanmu dan tunjukkan pada dunia bahwa kamu bisa melawan
semua itu. karena aku tahu sebenarnya kamu bukan seorang pengecut, apalagi
pecundang”
Untuk
kesekian kalinya aku maki-maki wajah yang ada di depanku. Entah kenapa dan
sejak kapan aku mulai muak dan benci melihat wajah itu. tapi seberapapun aku
memakinya, bahkan tak jarang aku sampai melayangkan tinjuku tepat di wajah itu
seperti seminggu yang lalu, wajah itu tetap diam.
“sebenarnya
apa maumu? Apa kamu akan diam saja meratapi dan meratapi nasib? Jawab?” tanyaku
yang sebenarnya aku sudah hafal betul dengan reaksi diamnya ketika aku tanya,
bahkan sudah seribu kali pertanyaan yang sama aku layangkan. Aku lelah.
Aku
balikkan badan dan berjalan lunglai, mengantarkan lelahku menuju peraduan. Tak
sampai 3 langkah aku terhenti oleh suara yang mengejutkanku dan dengan jelas
terdengar di telingaku. Pandanganku mengarah ke kanan dan ke kiri mencari asal
suara yang ku dengar tadi hingga aku temukan seraut wajah di tempat yang sama
seperti aku memaki wajah tadi, namun wajah yang aku lihat kini jauh berbeda
dengan yang tadi. dengan wajah berapi-api dia mulai bersuara kembali.
“LIHAT
SAJA DIRIMU!!! Apa yang kamu lakukan selama ini? kamu hanya bisa memaki dan
memaki sesuka hatimu tanpa bisa melihat dirimu sendiri. LIHAT DIRIMU!!!!. Entah
sudah berapa lama kau tak pernah keluar kamar hingga lemak kini telah
menyelimuti seluruh tubuh. Coba ingat kapan terakhir kali kamu keluar kamar?
Hampir satu tahun yang lalu kan? Aku juga tak habis pikir denganmu, kenapa kamu
bisa selemah itu, sebodoh itu, sedangkan aku selalu bercermin pada dirimu, lalu
siapa sekarang yang pecundang? Siapa yang pengecut? Coba jawab?”
Seketika
aliran darah mulai terasa deras mengalir ke kepalaku, tanganku mengepal hebat.
“shut up your fucking mouth” tanpa sadar kepalan tangan tadi melayang
menghantam tepat ke wajah itu hingga ku dengar dengan jelas suara “PYARRR!!!!”.
Sebuah cermin di depanku pecah berserakan di sekitarku. Nafasku terengah-engah
kelelahan. Kedua tangan ku letakkan menempel ke dinding, kepalaku tertunduk
lesu, seakan tak percaya dengan apa yang telah terjadi. Sekian lama wajah yang
hanya diam saja seberapapun aku memakinya, akhirnya angkat bicara juga. Sulit
ku percaya.
Kepalaku
perlahan terasa berat. Semua benda yang ku lihat mulai bergerak dan berputar,
begitupun dengan lantai yang ku injak seakan tak pernah rata. Aku masih tak
habis pikir, siapa gerangan yang berbicara tadi? apa hanya perasaanku saja?
Tapi terlalu nyata terdengar di telingaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar