Selasa, 22 Oktober 2013

BELASUNGKAWA....

Dulu kata eyang buyutku, sungai disini ndak seperti ini, airnya ndak berwarna coklat, ndak ada sampah-sampah yang hanyut. Bahkan kata eyang buyutku, beliau sering mandi di sungai ini bersama teman-temannya dan banyak yang di lakukan enyang buyutku di sungai ini. karena kono katanya, air sungai disini sangat jernih, bahkan tak jarang enyang buyutku bisa melihat ikan yang berenang bebas di sungai. Tapi itu dulu, sekarang, jangankan ikan, air jernih saja sudah ndak ada sejak pabrik itu berdiri dengan sombongnya. Entah kenapa tak ada satupun yang bisa melihat kesedihan ini, kesedihan yang di rasakan oleh sungai, andai dia bisa bicara, dia akan berteriak agar kita semua mendengar jeritanya. Tapi seandainya bisa pun, itu sudah terlambat, dia sudah mati sebelum kita sempat mendengar jeritanya. Racun pabrik itu yang telah membunuh sungai ini dengan cepat dan memperkosa jasadnya sebagai saluran hasratnya yang kotor dari pada kotoran hewan.
Aku yakin, bukan hanya sungai saja yang menangis, tapi enyang buyutku pun menangis di sana jika melihat sungai yang dulu di jadikannya sebagai sumber kehidupan warga telah menjadi seperti ini. jangankan manusia, ikan-ikanpun enggan berada disungai ini lagi. dan sungaiku sudah terlalu mati. Mati di tangan penguasa yang hanya mementingkan secuil nafsu belaka. Entah kenapa semua ini bisa terjadi, di depanku tak ada yang dapat ku lihat selain hanya sebuah kenangan indah tentang sungai ini yang terus mengalir entah kemana bersama pekatnya aliran sungai yang menyengat hidungku.
Masih tak habis pikir aku terpaku di sini, cerita enyang buyutku seakan terus membuatku penasaran dengan asrinya sungaiku yang sama sekali tak bisa aku saksikan secara langsung. Aku tidak butuh cerita, apalagi dongen, yang ku butuhkan hanyalah bisa memanjakan mata dengan melihat asrinya sungai ini dan bisa merasakan segarnya mandi di sungai ini seperti yang eyang buyutku selalu lakukan. Jika aku bisa memutar waktu, apapun aku lakukan agar tak pernah ada cerita seperti ini, cerita tentang keindahan sungai ini. dan aku, tak akan repot untuk bercerita kepada anak cucuku kelak karena memang tak ada yang bisa ku ceritakan tentang sungai ini, biar mereka sendiri menyaksikan betapa asrinya sungai ini sepanjang jaman. Tapi apa daya, kenyataan tentang kekuatan penguasa terlalu besar untuk di lawan, bahkan bermimpi saja aku tak mampu.
Kini sungai di depanku sudah menjadi budak dari sang arogannya pabrik itu. entah sampai kapan pabrik itu tetap berdiri kokoh merusak sungai, bahkan lingkungan-lingkungan lainya, aku tak tahu, hanya Tuhan dan sang penguasa itu sendiri yang tahu. Aku terlalu lemah untuk membinasakan keangkuhanya, merobohkan setiap dinding pabrik itu, aku tak bisa apa-apa. Aku hanya bisa bersedih melihat sungai ini tak sejernih air mataku, aku hanya bisa... belasungkawa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar