Minggu, 13 Oktober 2013

aku mencintaimu (bag.9 SHJ)



            Di terik panas yang menyengat, di siang yang enggan untuk melangkah, ia berdiri tepat di bawahnya matahari. Wajahnya kesal, sorot matanya terus melihat handphonenya, tangannya terus saja mengulang-ulang menekan keypad. Ia benar-benar kesal dengan tingkah Ayu yang tak kunjung terlihat batang hidungnya, bahkan susah untuk di hubungi. Padahal ia sudah janji untuk mengantar Jingga pulang sekalian ingin meminjam tas milik Jingga.
            Mobil mewah warna putih yang tak asing lagi bagi Jingga, berjalan pelan mendekatinya lalu berhenti tepat di hadapannya. Perlahan kaca mobil sebelah kiri terbuka hingga terlihat wajah Dimas tersenyum dari dalam.
“ayo aku antar pulang” suara Dimar menawarkan diri dari dalam mobil.
“ndak usah, aku bareng sama si Ayu” tolaknya walau ia juga sudah kesal dengan Ayu yang belum juga muncul untuk mengantar pulang.
            Memang dasar Dimas yang tidak mudah menyerah demi bisa berdua dengan Jingga. Berulang kali ia mengeluarkan jurus rayuannya kepada Jingga dan akhirnya rayuan itu bisa membuat Jingga tak bisa menolak lagi. Tapi mungkin juga karena ia sudah terlalu kesal dengan Ayu, jadi ia terpaksa mau saja menerima tawaran Dimas.
“nah gitu dong” lalu Dimas tersenyum berbunga-bunga dan menyalakan mobilnya.
            Akhirnya Dimas punya kesempatan untuk bisa berduaan saja, walau sekedar mengantarkan Jingga pulang. Dalam otaknya, ia terus saja memutar akal mencari alasan untuk bisa berlama-lama dengan Jingga. Ia memanfaatkan momen ini sebaik-baiknya.
            Dalam perjalanan pulang mereka habiskan dengan mengobrol ringan yang lama-kelamaan mulai bercanda dan saling tertawa tidak seperti tadi saat pertama. Sinar wajah Jingga sekarang bersinar terang bercampur gelak tawa yang renyah dengan guyonan-guyonan kecil dari Dimas. Kini Dimas telah menguasai suasana hati Jingga. Dan Dimas sengaja mengarahkan mobilnya ke sebuah restoran yang sering ia datangi di kawasan Kota Baru. Ia ingin mengajak Jingga untuk makan siang dulu sekalian untuk bisa beduaan lebih lama.
Jingga yang sadar kalau mobil Dimas tak mengarah ke rumahnya mulai resah dan menimbulkan tanda tanya untuknya. “kita mau kemana Dim?”
            “kita makan dulu ya, aku udah laper. Kamu juga laper kan?” jawab Dimas dan sebuah pertanyaan yang memaksa.
            “tapi..”
            “tapi di restoran ya?” potong Dimas sok tauudah kamu tenang aja, itu pasti. Nggak mungkin gadis secantik kamu aku ajak ke angkringan
            “apaan sih Dim, bukan itu”
Dimas tersenyum “udah nggak usah pake tapi-tapian. tinggal bilang iya aja kok repot”
            Jingga terdiam sesaat, wajahnya terlihat sedang memikirkan sesuatu. Antara iya atau tidak, jika iya, ia malu karena belum terbiasa makan berdua dengan cowok di luar kampus, tapi jika tidak, monster yang ada dalam perutnya sudah berontak.
            “kalo diem aja berarti tanda setuju” ucap Dimas sok tahu lagi.
            “ya sudah terserah kamu saja” akhirnya dengan malu Jingga menjawab. “tapi ndak usah lama-lama ya” lanjutnya cepat.
            “yes. Gitu dong” teriak Dimas dengan wajah senang karena rencananya berhasil.
            “kamu apa-apan sih, kedengeran orang malu kan?”
            “mana ada yang bisa dengar Jingga”
            Mereka mulai lagi dengan obrolan yang tidak tentu arah. Bercanda lagi, tertawa lagi sampai tanpa sengaja mata mereka beradu tatap saling pandang saat mobil Dimas berhenti di trafic light. Tidak berselang lama, mereka terkejut, pandangan itu terbuyarkan oleh klakson mobil yang ada di belakangnya. Suasananya mulai aneh, mereka menjadi canggung, membeku tidak secair tadi, terutama Jingga yang terlihat jelas dari raut wajahnya. Kini ia banyak terdiam saja. Namun keadaan itu tidak berlagsung lama karena mereka sudah tiba di tempat yang Dimas tuju. Sebuah restoran jepang.
            Entah apa yang membuat Jingga mau di ajak makan siang oleh Dimas. Dan itu adalah makan siangnya yang pertama dengan Dimas, berdua saja tanpa Ayu.
Dimas menyadari keanehan yang ada di wajah Jingga. “kamu kenapa Ga? Nggak suka sama makanannya ya?”
            “ndak kok, aku suka” jawab Jingga jadi malu karena Dimas ternyata mengetahuinya.
            “tapi kok grogi gitu keliatannya?”
            Jingga tetap memberi jawaban yang sama dengan jawaban sebelumnya karena ia tidak mungkin mau jujur kalau ia baru pertama kali makan berdua dengan Dimas di luar. Walau memang mereka tanpa sengaja sudah sering bertemu di kantin kampus atau kadang memang Dimas sengaja bergabung dengan Jingga yang sedang makan di kantin dengan Ayu.
            “oh gitu, ya udah lanjutin makannya”
            Jingga mencoba tersenyum manis di depan Dimas walau dalam hatinya menyimpan sesuatu yang mengganjal yang membuatnya tak nyaman, tapi ia tak mau Dimas mengetahuinya. Dan setelah selesai makan nanti, ia meminta untuk langsung di antar pulang karena ia masih belum terbiasa dengan suasana itu. Dimas hanya bisa menuruti permintaan Jingga tanpa bisa menolaknya.“bener nih nggak mau maen dulu” Dimas memastikan lagi yang akhirnya tetap mendapat jawaban sama. “iya deh nanti kita langsung pulang aja. Takut juga kalo lama-lama malah di sangka mau nyulik” Dimas tersenyum
            Jingga mengerutkan keningnya mendengar kata-kata Dimas tadi. “percuma nyulik aku”
            Kini gantian Dimas yang mengerutkan keningnya tak tau apa yang Jingga maksud. “kenapa percuma?”
“memang siapa yang mau nebus aku? Orang tuaku bukan orang kaya, trus mau nebus pake apa? Pasti orang goblok yang mau nyulik aku, ndak bisa lihat yang mana yang anak orang kaya mana yang bukan”
            “kalo aku yang nyulik kamu, brati aku goblok dong?”
            “ya begitulah kira-kira” jawab Jingga santai. “memang buat apa kamu nyulik aku?”
            “buat nakut-nakutin tikus di rumah” lalu Dimas tertawa keras
            “yeee”
            nggak kok cuma bercanda, mana berani aku nyulik kamu” Dimas tersenyum lalu melanjutkan dalam hati “tapi aku ingin menculik hati Ga”
            “kok malah bengong sambil senyum? mikirin apa hayo?”
            Dimas masih tersenyum dan menjawab dalam hati “mikirin kamu”
            “di tanya malah senyum-senyum saja. Jangan-jangan memang mikirin yang enggak-enggak ya?”
            nggak kok. oh iya kamu…”
            Tiba-tiba handphone Jingga berdering di dalam tasnya membuat Dimas tak melanjutkan yang akan ia tanyakan tadi.
            “bentar ya Dim” ucap Jingga lalu menjauh dari Dimas.
            Dimas merasa terganggu dengan telepon dari Ayu yang tiba-tiba tadi. Wajahnya sedikit meredup melihat Jingga yang sedari tadi ngobrol lewat telepon. Entah apa yang mereka bicarakan, Dimas tak tahu, yang jelas bukan sesuatu yang menyenangkan, terlihat dari wajah Jingga yang kesal saat berbicara denagn Ayu. Tak lama kemudian Jingga kembali lagi ke mejanya.
            “maaf ya Dim, Ayu telpon tadi” Jingga sambil menggeser kursi dan mulai duduk kembali seperti tadi.
            nggak apa-apa. Tapi kok kayaknya lagi kesel ya ma dia? kenapa?” tanya Dimas sok tahu
            ”iya tuh, si Ayu nyebelin banget, kayak ndak punya dosas aja” ucap Jingga ketus
            “kenapa?”
            “tadi sudah janji mau anter pulang aku, ee di tunggu ndak dateng-dateng. Sudah gitu barusan telpon ndak minta maaf, ngeselin kan?”
            “oh tadi kamu lagi nungguin Ayu to? Udah nggak usah kesal gitu, kan udah ada aku yang anter kamu pulang, bahkan minta anter kemana aja aku siap kok”
            “ah apa-apaan sih Dim?”
            “ya siapa tau aja mau minta di anter kemana aja”
            “udah ah pulang yuk” setelah meneguk habis minuman yang tersisa.
ӝӝӝӝӝ

            “gang depan itu belok kanan ya” telunjuk Jingga menunjuk ke jalan yang ada di depannya.
            Mobil Dimas belok ke gang yang Jingga maksud tadi dan berhenti di depan rumah yang memang tak jauh, hanya berada di dua blok dari tikungan tadi.
            “masuk dulu yuk” ucap basa-basi Jingga.
            nggak usah deh lain kali aja”
            “oh ya sudah kalo gitu. Aku turun dulu ya. Makasih buat tumpangannya dan makan siangnya”
            “iya sama-sama”
            Ketika Jingga hendak membuka pintu mobil tiba-tiba tangan Dimas memegang tangannya yang membuat kaget dan malu. Sontak saja Jingga melepaskan genggaman tangan Dimas dari tangannya.
            “upss sorry” ucap Dimas yang berubah jadi terbata-bata. “bentar dulu Ga”
“ada apa?”
            Tanpa basa-basi namun grogi Dimas berusaha membuka mulutnya. “eee. dari pertama bertemu kamu di acara itu, aku mulai…” Dimas tak melanjutkan ucapannya. Perasaanya mulai tak karuan. Ia salah tingkah.
            Dari ucapan dan gelagatnya, Jingga sudah bisa menebak apa yang akan di katakan Dimas. Tapi ia tetap mencoba berposotif thinking. “mulai apa Dim?” tanya Jingga basa-basi seolah tak tahu apa yang akan Dimas ucapkan.
            “mulai…” Dimas sedikit ragu “mulai suka sama kamu” bicaranya masih tersendat-sendat
            “trus?”
            Sekuat tenaga Dimas mengeluarkan kata  yang memang sulit tuk di ucapkan bagai ada yang mengikat erat di tengah tenggorokannya. “eee.. kamu mau nggak jadi pacar aku” suaranya terbata-bata seperti orang gagap.
            “hah?” Jingga terkejut mendengar kata-kata yang akhirnya keluar juga dari mulut Dimas “ndk salah kamu Dim nembak aku? Bukanya banyak tu cewek-cewek yang lebih cantik yang suka sama kamu? Kenapa kamu milih aku?”
“kamu beda sama mereka. Mereka hanya mengincar hartaku saja. Mungkin kalau aku bukan anak orang kaya, mereka nggak mungkin ngejar-ngejar aku”
               “tapi aku
               “tapi apa?” potong Dimas cepat.
               Tak sepatah katapun keluar dari mulut Jingga. Ia justru berkata dalam hatinya. “mungkin persyaratanku memang aneh seperti yang Ayu bilang beberapa bulan lalu, tapi aku ingin di tembak dengan puisi atau minimal dengan hal yang romantis, gak kaya ini. Andai kamu lakuin itu Dim…”
            “kenapa Ga? Kamu nggak suka sama aku?” Dimas bertanya sekali lagi karena Jingga belum memberi alasan.
            “ya aku belum bisa nerima kamu Dimas” Jingga tak juga memberi alasannya. “sudah ya, aku turun dulu, ndak enak sama ibuku kalau dia tau aku berlama-lama di dalam mobil” Jingga langsung membuka pintu mobil dan bergegas masuk rumah tanpa mendengarkan Dimas yang memanggil-manggil namanya.
            Dimas hanya bisa terdiam saja dalam mobil sambil melihat Jingga masuk rumahnya. Dalam hatinya tak percaya ada cewek yang bisa menolaknya. Tapi justru ia tertantang dan penasaran pada Jingga. apapun akan ia lakukan demi untuk mendapatkan Jingga.
ӝӝӝӝӝ

            “tadi itu siapa nduk?” tanya ibunya yang melihat Jingga di antar mobil asing.
            “temen bu”
            “biasanya di anter Ayu, tumben di anter temen yang laen”
            “ndak tau dia pergi kemana tadi. udah ya bu, Jingga istirahat dulu ya, capek ni”
            Dengan wajah yang sedikit lusuh, Jingga menuju kamarnya, ia ingin cepat istirahat tuk melupakan kejadian hari ini, mulai dari kesal dengan Ayu dan Dimas yang tiba-tiba nembaknya di situasi yang jauh dari harapannya.
            Tasnya ia lemparkan begitu saja, ia duduk di ujung kasurnya dan hanya melepas sepatu. Kepalanya terasa berat dengan sesuatu yang ia sendiri tak tau apa. Ia menjatuhkan tubuhnya ke belakang di kasur dan mencoba memejamkan kedua matanya. Tapi angannya justru melayang dan singgah ke kejadian itu, ia teringat semua kejadian yang baru saja ia alami, mulai dari Dimas memaksa untuk mengantarnya, waktu bercanda dengan Dimas, makan dengan Dimas sampai kejadian yang tak pernah ia sangka sebelumnya. ia mulai tersenyum mengingatnya. “andai tadi Dimas nembak aku dengan cara yang romantis, mungkin aku bisa terima dia” Jingga tersenyum sendiri membayangkan hal tadi yang jauh dari harapannya lalu memeluk bonekanya. “ternyata omongannya Ayu benar, hari gini cowok banyak yang to the point ngucapin cintanya. huft…” ia mulai mengerutkan keningnya. “tapi aku tetep teguh pada prinsipku dan aku yakin suatu saat ada yang menembakku dengan cara yang sangat romantis dengan puisi”  sekarang wajahnya tak selusuh tadi.
ӝӝӝӝӝ

            Jam tujuh malam Ayu datang juga ke rumah Jingga. ia ingin meminjam tas kecil milik Jingga yang seharusnya ia ambil tadi siang sekalian mengantar Jingga pulang, tapi tidak jadi karena mendadak ada acara lain. Ayu tahu pasti Jingga marah padanya karena masalah itu.
            Dengan wajah yang di buat ceria seolah tak ada apa-apa, Ayu langsung masuk kamar Jingga setelah bu Lastri memberi tahu kalau Jingga ada di kamarnya. Tapi dalam hati Ayu tau kalau Jingga akan marah. “malem sayang” ucap Ayu di buat semanis mungkin.
            Ternyata dugaan Ayu meleset. Jingga menjawab dengan manis juga. Wajahnya tak seperti apa yang ada dalam bayangan Ayu. Wajahnya terlihat ceria dengan senyum yang tak dibuat-buat dan seperti telah lupa dengan kejadian tadi siang. Hal itu justru membuat Ayu bertanya-tanya apa yang sedang terjadi dengan Jingga. Entah apa yang sedang Jingga perbuat dengan laptop yang ada di depannya yang belum sempat Ayu melihatnya, Jingga langsung menutup laptopnya saat Ayu mulai mendekatinya. Ayu tak begitu penasaran dengan itu, yang terpenting buatnya adalah Jingga tak lagi marah dengannya. Ayu merasa lega melihatnya, jadi ia bisa meminjam tas yang ia inginkan.
            “kirain ndak jadi pinjem tas” tanya Jingga setelah Ayu duduk di kasur di dekatnya
            “ya jadi lah” tangannya meraih boneka panda dan memeluknya. “kayaknya lagi ceria nih, ada apa Ga?”
            “masak? Biasa aja kok” ucapnya malu-malu yang tak bisa menyembunyikan rasa itu
            “aku jadi teman kamu tu udah lama, jadi aku tau betul raut wajah kamu kalo lagi sedih, kalo lagi seneng atau kalo lagi ada masalah. Jadi kamu ndak bisa bohong sama aku”
             “bisa saja kamu Yu. Oh ya.. apa yang pernah kamu bilang itu benar Yu”
“tentang apa?”
“kalau cowok sekarang memang to the point mengutarakan cintanya”
“jadi kamu di tembak cowok ya? Siapa say?” ucap penasarannya menggebu-gebu
“Dimas”
“Dimas nembak kamu? Wah selamat ya, akhirnya temenku yang satu ini punya pacar juga”
“kamu ngomong apa to? Orang aku nolak dia kok”
            “hah kamu tolak?” volume suaranya mengeras. Ia tak percaya apa yang Jingga katakan. “kamu bercanda kan?” Ia yakin Jingga hanya bercanda saja.
            “beneran kok. Aku tolak dia”
            “kenapa?” wajahnya mulai penasaran
            “dia ndak memenuhi syarat”
            “syarat apaan?” Ayu dengan nada heran “emang Dimas kurang apa? Udah cakep, kaya lagi. Kurang apa coba?” Ayu jadi geregetan
            “kurang romantis, bahkan ndak romantis sama sekali”
            “ya Allah.. tolong sadarkan hamba-Mu yang satu ini ya Allah” Ayu menangkupkan kedua tangannya dengan pandangan mengarah ke atas dan mengucap amin pada akhir kata-katanya. “Cuma gara-gara itu kamu tolak dia? Ternyata syaratnyamu itu beneran ya? Kamu bener-bener sudah ndak waras Ga. mana ada orang kayak gitu Jingga? Aku jadi geregatan sendiri sama kamu. Kok ada ya orang aneh kayak kamu. Kesempatan ndak datang dua kali loh. Emang kamu ndak nyesel nolak dia?”
            “eeeenggak” jawab Jingga santai
            “dasar aneh!!!” nadanya mengeras mantap.
            “biarin”
            “emang kapan dia nembak kamu?”
            “tadi siang”
            “dimana?”
            “di dalam mobil”
            “kok bisa di dalam mobil?”
            “kok jadi kamu yang penasaran. Udah ah ndak usah di bahas itu, ndak penting tau”
            “ah Jingga ayo dong cerita. Kok kamu bisa di dalem mobilnya dia? Dia anter kamu ya? Trus kemana aja tadi? Ndak mungkin kalo cuma nganter saja. Iya kan? Ayo dong cerita”
             “udah ndak ada yang harus di ceritakan Yu. Cerita sudah selesai”
ΩΩΩΩΩ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar