"Oke, aku ikut pulang dengan kamu, mas." Ucapnya sambil membantu suaminya berdiri. Di depan mereka, aku hanya terdiam melihat dan tak bisa berpikir apa-apa. Sampai mereka pergi pun aku masih belum mengerti apa yang sebenarnya terjadi baru saja.
Kamis sekitar pukul 10 pagi...
Kudengar suara pintu rumahku diketuk tiga kali. Aku bergegas membukanya karena kebetulan di rumah hanya ada aku sendiri. Kulihat dua petugas polisi berdiri di depan pintu dan satu petugas lagi kulihat berdiri di dekat mobil dinasnya.
Tebakanku benar ketika pikiranku melayang dan mendarat di sebuah film di layar tivi. Petugas datang membawa surat penangkapan. Tapi atas dasar apa aku akan ditangkap? Pikirku.
Kucoba membaca isi surat itu mencari tahu dasar atas penangkapanku. "Tapi, pak... ini..." ucapku setelah tahu pokok permasalahan yang tercantum di dalam surat yang kubawa.
"Nanti bisa dijelaskan di kantor saja" ucap salah satu polisi itu.
Ini benar-benar seperti adegan dalam film yang pernah aku lihat. Sekarang ini terjadi nyata menimpaku. Aku ikuti saja apa maunya dengan membawaku ke kantor polisi.
Sekitar pukul 12 siang, aku sudah meringkuk di dalam jeruji besi setelah sebelumnya aku sempat diinterogasi selama kurang lebih satu jam di sebuah ruangan. Ini juga seperti dalam film saja.
Aku hanya bisa pasrah setelah bukti-bukti visum diperlihatkan kepadaku. Aku berharap, istrinya mau membelaku dengan bicara apa yang sebenarnya terjadi. Karena aku yakin, aku tidak bersalah. Karena aku yakin, dia tahu, semua itu aku lakukan untuk membelanya.
Tapi ternyata aku salah, dia sama sekali tak membelaku. Terlihat dari apa yang dia ucapkan saat dia dan suaminya melintas dan berhenti sejenak untuk melihatku. Kulihat suaminya tersenyum puas. Sedang kulihat dia sebelum menunduk sempat mengucap sesuatu dari bibirnya yang tak bersuara. Kata yang bisa aku tangkap adalah kata "maaf".
Minggu siang, dua minggu kemudian...
Aku dijenguk oleh kedua temanku, tapi sebenarnya total yang menjenguk aku adalah tiga orang. Mereka bilang, sebenarnya mereka sudah tahu kabar aku ditangkap seminggu yang lalu, tapi baru sempat menjengukku sekarang.
"Aku tidak habis pikir dengan Nia. Kenapa dia tega berbuat ini kepadamu. Sedangkan kamu hanya ingin membela dia dari suaminya, iya kan?" Ani mulai membuka pembicaraan. Sepertinya dia sudah mendapat cerita dari Nia tentang apa yang terjadi kepadanya.
"Sebenarnya ada apa dengan Nia?" Tanyaku mencari tahu.
"Seminggu yang lalu, Nia menelponku dan cerita banyak. Termasuk kamu yang ditahan di sini."
"Cerita apa?" Tanyaku penasaran karena sampai sekarang aku pun tak tahu apa yang sedang terjadi saat itu.
"Setelah menikah, suaminya terus mendzolimi dia. Suaminya kasar, sering marah-marah, bahkan tak jarang suaminya tega menampar dia. Dan waktu kejadian itu, saat kamu disuruh menjemputnya, dia sudah tak tahan lagi ingin pulang ke rumah orang tuanya, dan hanya kamu dalam pikirannya yang bisa dia mintai pertolongan."
(Bersambung, penulisnya lagi butuh kopi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar