"Jika dimakan, Ayah mati. Jika tidak dimakan, Ibu yang mati. Siapa yang akan kalian pilih?"
Aku diam. Kulihat Ani juga tak bisa menjawab, sedang pacar Ani memang sedari tadi hanya diam saja.
"Inilah hidup, kita harus memilih meski pilihan itu sangat berat. Dan Nia, sudah memilih membela swaminya meski dia tahu swaminya yang salah."
"Tapi kan swaminya kasar, suka mendzolimi dia" protes Ani.
Kulihat Ori tersenyum sebelum akhirnya bicara lagi. "Mengatasi swaminya yang dzolim, bukan seperti ini caranya, bukan dengan jalan meng-ada-kan kamu di dalamnya. Mungkin dia tahu itu. Kamu tidak mau kan Ton menjadi kambing hitam yang dituduh ikut campur atau apalah itu namanya dalam urusan rumah tangga orang lain. Lihat, kamu seorang lelaki, dia wanita. Akan sangat mudah swaminya menuduhmu yang bukan-bukan jika terjadi apa-apa dengan mereka, walau aku tahu kamu niatnya untuk menolong. Biarkan dia menyelesaikan urusannya dahulu dengan swaminya tanpa campur tangan orang lain. Terutama seorang lelaki."
Seperti biasa, kalau Ori sudah bicara yang mengarah kebijakan, semua hanya bisa diam, bahkan tak jarang salah satu dari kami yang mendengarkan hanya biss melingo, seolah semua ucapannya tak bisa dicerna oleh kami semua. Terkadang selang berapa lama, setelah apa yang diucapkan itu terjadi nyata, kami baru tahu maksud dari kata-kata Ori yang pernah dia katakan kepada kami.
Terbukti setelah dua bulan aku dibebaskan oleh polisi dengan tangguhan Nia setelah kemarin sore datang ke kantor polisi.
Namun setelahnya, aku tak pernah bertemu lagi dengan dia, bagai ditelan bumi, bahkan kuhubungi lewat telepon atau bbm sudah tidak bisa lagi. Tidak mungkin aku datang ke rumah suaminya. Yang membuat aku lebih heran, sahabatku yang juga sahabatnya pun tak tahu di mana Nia.
Hari kedua bebas, rasanya malas jika aku harus pergi ke kantor polisi lagi walau hanya untuk mengisi beberapa berkas yang harus kulengkapi. Tapi siapa sangka di sana aku melihat Damar, suami Nia dibawa oleh beberapa polisi dengan tangan terborgol.
"Semoga kamu baik-baik saja, Nia." Doaku dalam hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar