Selasa, 13 Mei 2014

SURAT TERAKHIR...

Tak pernah aku sangka cerita hidupku berawal dari sini, cerita cinta lebih tepatnya, di mana aku kembali lagi ke kota tempatku di lahirkan. Awalnya dia hanya tetanggaku saja, lama-lama entah dari mana aku bisa dekat dengannya hingga aku akhirnya menjalin hubungan cinta dengannya. Kami sadar saat itu kami sama-sama memiliki pasangan masing-masing, tapi dengan kesepakatan hati kita, kita memilih bersama dengan meninggalkan pasangan kita masing-masing. “tapi kamu harus putusin pacar kamu dulu” ucapnya waktu itu dan aku ucapkan kata yang sama juga dengannya.
Saat itu, hari-hariku dihiasi olehnya. Tak ada hari tanpa kebersamaan bersamanya. “aku Cuma takut kalau kamu jenuh jika kita tiap hari ketemu” ucapnya dengan rasa takut yang ku lihat dari wajahnya. “aku tak akan pernah bosan bersamamu” ucapku menenangkannya yang memang aku tak pernah bosan bersamanya. Justru rasa sayangku semakin tumbuh saat bersamanya.
Mungkin aku hanya manusia yang hanya bisa berharap bersamanya selamanya, tapi Tuhan berkata beda, sekitar satu tahun hubunganku dengannya, kami terpisah oleh seseorang yang membuat dia terlena. “apa aku masih boleh ketemu kamu kalau aku kangen kamu” kata-kata itu membuatku bingung. “boleh” balasku. Hingga akhirnya kami pun mulai dekat kembali, mungkin karena telah terbiasa. Tangannya aku genggam, “mau nggak kamu balikan lagi denganku” aku memintanya kembali menjalin hubungan denganku. Ia pun menggenggam erat genggamanku dengan dibubuhi sebuah senyum yang menandakan ia pun mau. Kebahagiaan seperti kembali lagi kepadaku.
Untuk pertama kalinya aku balikan lagi dengannya, aku semakin mencintainya. “honey” panggilan sayang itu tercipta. Mulai saat itu tak ada lagi dia menyebut namaku atau aku menyebut namanya, tapi kata “honey” yang selalu kami ucapkan untuk saling memanggil satu sama lain. Betapa bahagianya aku, kebahagiaan yang aku harap tak menghilang lagi di tiap hari-hariku, kebahagiaan yang aku harap bisa abadi.
Abadi, ternyata tak ada yang abadi di dunia ini. Begitupun kebahagiaan yang aku dapatkan kembali, ternyata untuk kedua kalinya menghilang. Ia pun jatuh hati lagi oleh pesona sesorang lelaki yang mampu menghipnotisnya. Dan aku, ia tinggalkan lagi. Untuk kedua kalinya aku merindukan hari-hari bersamanya. Dan rasa cinta ini tak juga mau hilang, masih saja bersemayam dalam hati ini. Entah kenapa aku masih bisa mencintainya walau untuk kedua kalinya aku tersakiti, dan aku tak bisa membencinya.
Entah dari mana, untuk ketiga kalinya aku dan dia dekat kembali. Tapi kali ini tak ada kata jadian kembali, namun hatiku hatinya yang membuat hubungan itu kembali. “aku janji tak akan meninggalkan kamu lagi” kata-kata yang entah membuatku harus bahagia atau tidak, yang jelas aku senang mendengarnya.
“HATIKU HATIMU” kata-kata dengan huruf jawa aku ukir di cincin yang sengaja aku design sendiri untuk melanjutkan hubungan keseriusan kami. “aku sudah nggak sabar hon” ucapnya setelah dua buah cincin itu benar-benar ada di tangan kami.
“honey masih sayang aku kan?” ucapnya setelah ia bermimpi sesuatu yang membuatnya bertanya seperti itu. Ada rasa sangat bahagia aku mendengar pertanyaan itu, karena aku lihat ada ketakutan pada dirinya, ketakuan akan kehilanganku. “aku akan selalu sayang sama kamu honey, sampai kapanpun” jawabku. Aku merencanakan beberapa bulan lagi untuk meminangnya.
“hon, nggak usah buru-buru ya tunangannya”, hatiku tersentak, ada sesuatu yang aneh yang terlahir dari kata-kata itu. Dia yang dulu selalu memintaku untuk cepat-cepat meminangnya akhirnya memintaku untuk tidak buru-buru lagi. Banyak pertanyaan yang bersemanyam dalam hati. Mungkin karena aku sudah 8 tahun bersama dia yang membuatku hafal benar dengan semua sifat aneh yang ada padanya, tapi aku berusaha mencoba untuk berfikiran apa yang pernah terjadi tak terulang lagi. Namun aku salah, luka itu pun kembali menggores hatiku, lagi-lagi ia memilih untuk meninggalkanku demi seseorang yang memang lebih sempurna dariku, dan kali ini, aku hancur sehancur-hancurnya. Semua mimpi yang susah payah aku rajut kembali, semua perjuanganku melawan kedua orang tuaku seakan tak berarti lagi. Dan aku, ingin rasanya menghilang saja dari muka bumi ini.
Beberapa tahun tanpanya ternyata tak menghilangkan rasa cinta dan luka yang terus ada di dalam hati ini. Mereka terus ada, seakan abadi menggerogoti hatiku. Aku masih mencintainya tapi aku membencinya, aku masih membencinya tapi aku mencintainya. Kedua rasa yang tak mampu aku pilih salah satunya.
Aku tak mau seperti ini, ada dua rasa yang benar-benar menyiksaku. Hingga suatu malam, aku harus mengambil langkah yang ku rasa berat aku jalani, namun akan aku coba untuk melangkah menjemput seseorang di sana yang entah itu siapa dan entah dia di mana, seseorang yang memang tercipta dari tulang rusukku yang patah.
Sebuah surat yang aku tulis untuk mengawali kepergianku meninggalkan semuanya, surat yang aku tujukan kepadanya, seseorang yang telah membuatku jatuh cinta sedalam ini, seseorang yang telah membuatku terluka sedalam ini. Surat yang berbunyi seperti ini,
Mungkin saat kamu membaca surat ini, aku sudah tak ada lagi di sini. Ya, dengan ini aku hanya ingin mengucap sebuah kata pamit kepadamu, selayaknya dulu aku pernah datang dengan cara yang indah kepadamu.
Saat ini, aku tak pernah ingin kamu mengenangku, mengingat aku, bahkan menyimpan namaku. Karena sekarang kau pun telah melakukannya dengan baik, menghapus aku. Aku hanya ingin kelak, jadikan aku sebuah cerita pengantar tidur bagi anak cucumu, ceritakan saja bahwa ada seorang lelaki berupa “aku” yang pernah menemani jejak langkah usiamu bertumbuh hari demi hari hingga kau bertemu dengannya.
Biarkan aku yang pergi membawa semua ini di dalam sini. Dan jika nanti, kamu hanya sekedar ingin tahu kabarku, doakan saja aku baik-baik saja dimanapun aku berada, dan saat itulah aku juga akan baik-baik saja di tempatku yang baru. Tempat aku membangun hidupku kembali, merajut mimpi bersama takdirku.
Aku memutuskan untuk pergi, sebelum aku benar-benar (sampai aku tak bisa menyebutnya, mungkin kelak kamu yang bisa menyebutnya) oleh hari kebahagiaanmu nanti. Tapi percayalah, aku akan bertahan hidup dengan sisa-sisa apa yang aku miliki. Dan terakhir, sampaikan saja salamku untuknya, yang mampu memenangkan hatimu, semoga kalian berdua, menjadi pasangan yang sempurna.
Dari aku, yang pernah menemani langkah hidupmu.

Dan tak lupa lagi aku tulis sebuah surat tak bertuan ini untuk seseorang di sana. Tolong mengertilah.
Kepada seseorang di sana, maafkan aku jika aku terlambat bertemu kamu, terlambat menjemputmu menjadikan pasangan hidupku. Aku tak menyalahkanmu untuk persembunyianmu yang rapi, tapi memang waktu yang membuat kita terlambat bertemu. Maafkan aku lagi yang telah mencintai seseorang sebelum kamu. Mungkin aku bisa mencintainya sedalam ini, tapi percayalah kelak, aku akan mencintaimu lebih dalam dari itu.
Jika kamupun setuju dengan semua orang memiliki masa lalu, aku akan sangat berterima kasih kepadamu dengan cara menghapusnya dengan cerita kita yang tak kalah indahnya. Begitupun dengan aku, tak akan sekalipun aku mengusik masa lalumu, seindah apapun itu dan seburuk apapun itu. Karena kamulah takdirku dan akulah takdirmu, dan itulah takdir kita yang harus di jalankan.
Untuk terakhir kali, terima kasih telah mengerti semua ini.
Dariku yang sedang mencarimu...

“Tuhan, ijinkan aku untuk menemuinya, menjemputnya dan menjadikannya sebagai pasangan hidupku. Aku tahu, aku hanya bisa berharap kepadaMU, memohon kepadaMU. Namun aku juga tahu, semua ketetapan sudah Kau tulis di Lauhul Mahfudz sebelum aku Kau lahirkan di dunia ini. Aku akan sangat ikhlas jika memang kenyataannya aku harus bertemu Engkau sebelum aku bertemu dengannya” ucapku dalam hati untuk menutup semua ini dan memulai langkah yang aku ambil...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar