Jam
digital berbentuk kotak yang ada di atas meja menunjukkan angka 20:14 tapi hujan
deras yang mengguyur bumi dari tadi sore belum juga berhenti. Ribuan rintiknya
bersautan menciptakan melodi indah yang terdengar di atas genteng. Hawa dingin mulai
terasa menyelinap bagai sekawanan serangga malam yang masuk dari celah-celah
jendela kamar dan menyerang, membuat
malam semakin dingin terasa di ruangan yang tak begitu besar. Sesekali juga
terlihat dari jendela kamar, langit malam mengeluarkan kilatan-kilatan api yang
tampak menari indah bersama iringan melodi sang hujan yang turun.
Namun
semua itu tak mampu mengurung seorang
lelaki muda dalam ke-diam-an, semangatnya masih
mengalir walau tak sederas hujan di
luar. Tas rancel biru sudah siap untuk
di jejali pakaiannya. Sebagian pakaian yang tersimpan dalam lemarinya ia pilih
dan satu per satu ia pindahkan ke dalam ranselnya. Tapi ia masih saja terlihat mondar-mandir dengan
raut wajah mengingat-ingat apa yang masih perlu ia bawa. Dan ia pastikan semua
tak ada lagi yang terlupakan, semua sudah masuk dalam rancelnya. Ia lihat
kembali tas rancelnya yang tadinya kosong kini sudah terisi penuh dengan
pakaian-pakaiannya, sepenuh perutnya yang telah terisi makanan yang baru
saja disantap. Dan diletakkannya tas itu
di sudut kamarnya.
Setelah semua di rasa beres, saatnya untuk bersantai dan
istirahat untuk perjalanan jauh keesokan harinya. Ia
raih laptop putih dari meja di depannya, ia rebahkan tubuhnya di atas tempat tidurnya dan
bersiap untuk online, karena ia ingin mengobrol dengan teman dunia maya yang
sudah lama tak di sapanya,
sekedar bertukar pikiran, melepas lelah atau sekedar mengirim puisi kepadanya untuk dia simpan, karena
memang terkadang ia malas untuk menyimpan puisi-puisi yang telah ia buat. Jadi ia
selalu percayakan semuanya pada temannya, Dewi Kecil, begitu ia menyebut
temannya yang ada di dunia maya.
<MK>
: hai…
<DK>
: hai juga malaikat kecil..
Belum
sempat tangannya mengetik balasan,
datang beberapa pertanyaan dari Dewi Kecil berturut-turut di layar laptopnya.
<DK>
: pa kabar kamu? kemana aja nih? Kok udah lama nggak kirim puisi? Kenapa? Lagi sibuk ya? Atau nggak ada mood?
<MK>
: satu-satu dong nanyanya..
Dewi
kecil hanya mengirim simbol orang tersenyum padanya dan ia mulai menjawab semua
pertanyaan yang datang bertubi-tubi seperti hujan di luar sana tanpa jeda.
<MK>
: baek-baek saja kok dan aku nggak
kemana-mana. ya maaf, habis belum ada mood buat bikin puisi, ntar deh aku
kirimin.
<DK>
: tapi tumben nggak
ada mood? Biasanya hampir tiap malam kirim puisi.. sampai kualahan aku mau
nyalin di buku
<MK>
: emang udah berapa puisi yang aku kirim ke kamu?
<DK>
: udah nggak kehitung lagi kali.
udah habis dua jilid buku aku nyalinnya
<MK>
: masa?
Lagi-lagi
Dewi Kecil hanya kirim simbol
orang tersenyum tanpa ia tau maksudnya. Tanpa pikir panjang ia pun hanya
mengirim simbol yang sama padanya.
<DK>
: tapi kok bisa nggak
ada mood sih buat nulis puisi? Sibuk ya?
<MK>
: nggak juga sih. Tapi
namanya juga manusia, pasti ada kalanya akan kehilangan sesuatu dalam dirinya,
termasuk mood itu tadi.
<DK>
: iya juga sih ya..hehe
Tak
terasa sudah hampir tiga jam ia ngobrol lewat chat room dengan Dewi Kecil.
Rasanya semua cahaya yang ada di ruangan ini mulai meredup, mungkin karena matanya kini seperti
lilin yang perlahan kehabisan pendarnya, lalu mati.
Tapi
sepertinya ia masih saja ingin mengobrol dengan Dewi
Kecil, masih banyak hal yang bisa di bicarakan disana, walau sebenarnya
mereka belum saling mengenal dan bertemu di dunia yang nyata. Bukan mereka tak
mau, tapi itu sudah menjadi kesepakatan mereka untuk tidak saling mengenal
secara nyata sejak awal bertemu di dunia maya satu tahun lalu, bahkan sekedar
nama pun mereka saling merahasiakan. Dan mereka lebih nyaman dengan sebutan
Dewi Kecil dan Malaikat Kecil. Entah dari mana nama itu berasal, yang jelas
tiba-tiba nama itu muncul dalam benak untuk saling memanggil satu sama lain dengan sebutan seperti itu.
<DK>
: kenapa ya. Kalau kita ngobrol tu nggak
ada habis-habisnya?
<MK>
: mungkin karena kita belum saling mengenal secara nyata.
<DK>
: loh kok bisa?
<MK>
: ya bisa lah. Kadang sesuatu yang belum di ketahui atau yang masih merahasia
itu akan terasa lebih indah. Dan seru untuk di bicarakan. Jadi, karena kita
tidak saling kenal dan tidak saling bertatap muka, makanya kita bisa lancar
ngobrol lewat chat, karena kita tidak saling kenal pula maka kita bisa bercerita
banyak hal yang kita ketahui. Dengan
kata lain, kita saling bertukar pikiran dan pengetahuan tanpa ada rasa
terbatasi oleh rasa malu, segan, grogi atau apalah itu istilahnya.
<DK>
: panjang banget nulisnya. tapi ada benernya juga sih kamu. ternyata kamu nggak aja pinter bikin
puisi tapi ceramah juga bisa.
Kali
ini gantian ia yang hanya mengirim gambar simbol orang tersenyum kepadanya
tanpa menulis satu kata apapun.
Malam
kian larut, mata itu mulai tak bisa di ajak kompromi lagi, rasanya berat, bagai
ada berjuta ton pemberat tergantung di kedua kelopak matanya. Badan yang tadi segar bugar
mulai terasa pegalnya, sendi-sendi pun seakan
keram.
<DK>
: udah ngantuk ni. Aku tidur dulu ya.
<MK>
: ok. Aku juga udah ngantuk, besok mau pergi
<DK>
: pergi kemana emangnya besok kamu?
<MK>
: eitt.. nggak
boleh tanya, masih inget kan perjanjian no dua kita?
<DK>
: iya masih inget kok. nggak
boleh tanya alamat, lokasi dan tempat
<MK>
: itu inget. eeemm tapi gimana ya kalau suatu saat kita bertemu? apa jadinya ya? atau
ternyata kamu sebenarnya adalah teman deketku, guruku, tetanggaku atau bahkan
musuhku.
<DK>
: ada-ada aja kamu tu ya..
<MK>:
atau jangan-jangan emang bener kamu sebenarnya musuhku.
<DK>
: mungkin juga ya..hahahaha..
<MK>
: tapi siapapun kita, kalo suatu saat salah satu dari kita ada yang mengetahui,
tolong jangan kasih tau, biar
Dewi Kecil dan Malaikat Kecil menjadi rahasia selamanya dan hanya hidup dalam dunia maya saja
<DK>
: oke deh.. tapi udah ah ngobrolnya, orang tadi udah pamit mau tidur juga,
malah nggak jadi terus
<MK>
: ya udah kamu tidur gih sana.
<DK>
: bye…
Namun
tangan Malaikat Kecil masih sibuk
bergerak mengetik untuk menulis sebuah puisi singkat sekedar ucapan selamat
malam buat temannya itu. Sebuah puisi yang
terlulis dalam chat roomnya yang berbunyi
tak perlu kau pikirkan kertas-kertas di atas meja kerjamu
atau omelan bos siang tadi
akhiri saja hari ini dengan pejamkan mata
lalu padamkan bara api semangat dalam diri
jangan lagi berkata
dan selamat tidur dewi kecil…
Dan lelahnya pun menjadi,
seakan memaksa untuk mengakhiri harinya juga. Dengan berselimut gelap dan dingin, di temani rintik hujan yang
mulai reda, suara-suara katak yang bersautan di luar sana, yang menghasilkan
simfoni merdu dan perlahan menina-bobokan matanya untuk terpejam. Dan bunga
tidur seakan sudah setia menantinya di sana, di istananya dan mengajaknya
bermain dengan semua mimpi-mimpi manis malam panjang. Menggantikan dunia yang
melelahkan dengan semua hiruk pikuknya. Perlahan bara semangatnya semakin
menyurut hingga mati. Dan Malaikat kecil pun tertidur lelap dalam dekapan malam
yang menjaganya, meninggalkan sebuah laptop yang masih menyala.
ΩΩΩΩΩ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar