Aku mendengar percakapan
itu dari balik rahim yang membungkusku. Entah siapa mereka, yang jelas
percakapan mereka membuat hatiku berdetak semakin kencang.
“kamu harus
menggugurkan bayimu itu. ibu tidak sudi melihat bayi haram itu lahir ke dunia
ini. memalukan saja” aku dengar suara itu penuh kemarahan. Entah suara siapa
itu, yang jelas dia tak pernah mengharapkan aku terlahir ke dunia.
“tapi bu?”
“sudahlah tidak usah
pake tapi-tapian” suara itu semakin keras memotong suara ibu yang bergetar.
Aku semakin yakin itu
adalah suara nenekku yang tak pernah mengaharapkan aku lahir ke dunia ini. oh
ibu, jangan kau dengar apa yang di katakan nenek kepadamu ibu, aku ingin
terlahir di dunia, aku ingin melihat terangnya dunia setelah sekian lama aku
terbungkus rahimmu yang gelap gulita, aku mohon jangan ibu.
“sekarang kamu minum
ini” entah apa yang di sodorkan nenek kepada ibuku.
“apa ini bu? Ayu tidak
mau bu? Ayu pengen merawat bayi ini bu”
“sudah nurut apa kata
ibu, jangan banyak bicara kamu. Kamu tahu kan kita dari keluarga terpandang. Bagaimana
kalau semua tahu bahwa kamu hamil di luar nikah, mau di taruh mana muka ayah
dan ibu mu ini?”
“Ayu tahu bu, Ayu
salah, Ayu minta maaf, tapi bukan gini caranya. Ayu juga tahu perbuatan Ayu ini
dosa, tapi lebih dosa jika Ayu harus membunuh bayi yang tak berdosa ini bu”
“kalau tahu itu dosa,
kenapa kamu lakuin itu?”
Kali ini aku hanya
mendengar ibu menangis, seakan tak sanggup lagi menjawab. Aku mulai merasakan
tangan halusnya mengusap perutnya, aku bisa menrasakan itu, begitu lembut dan
hangat. Tapi semakin lama yang kurasakan bukan seperti tadi, sekarang mulai
terasa guncangan-guncangan yang kasar. Ada denganmu ibu? Apakah ibu pendirian
ibu mulai goyah? Jangan lakukan itu ibu, aku mohon demi aku anakmu ibu, apapun
yang ibu lakukan hingga aku ada, aku masih berhak untuk terlahir kedunia ibu,
adakah ibu mendengar suaraku?
Aku tak lagi mendengar
suara yang saling beradu argumen. Entah apa yang terjadi di luar sana. Hatiku mulai
bergetar kembali, apa lagi dengan tiba-tiba ada rasa hangat yang berubah
semakin panas yang mengalir bercampur air ketuban yang melindungiku. Apakah ini
yang nenek berikan tadi kepada ibu? Sebenarnya apa yang nenek berikan tadi?.
Aku mulai tak tahan dengan panas ini, seakan danging lembutku mulai hancur
bersama mendidihnya darah yang mengalir di tubuhku. Tolong ibu!!!! Tolong!!!
Guncangan itu semakin
keras, sepertinya ibu juga merasakan sakit akibat dari cairan yang ia minum. Dan
lagi-lagi aku mendengar suara nenek yang menyuruh ibuku agar terus meminum
cairan itu sampai habis, hingga aku tak lagi bisa mendengar.
Beberapa jam kemudian...
“Ayu dimana bu? Kenapa kepala
Ayu rasanya berat sekali?”
“sudah tidak apa-apa,
kamu istirahat saja, nanti juga baikan kok”
“ini darah apa bu? Tidak!!!
Tidak!!! Kenapa ibu membunuh anakku bu?
“itu demi kebaikanmu
dan keluarga ini”
“tapi dia tidak berdosa
bu”
“tapi dia anak haram!!!”
“tidak bu, tidak. Dia
bukan anak haram bu, perbuatan kamilah yang haram. Seharusnya ibu menghukum
aku, asal jangan membunuh anakku yang tak berdosa. Dia berhak untuk hidup di
dunia bu, apapun alasannya. Anak adalah titipan yang di atas bu, dan ibu tidak
punya hak untuk membunuhnya”
“ooo coba nyeramahinn
ibu?”
“bu.. bu.. jangan pergi
bu, Ayu belum selesai bicara bu. Maafkan aku anakku, ibu tidak bisa melindungi
kamu, ibu tidak bisa menjaga kamu sampai kamu terlahir kedunia, maafkan ibu
anakku”
Kali ini aku bisa
melihat langsung dua wanita yang sedari tadi bercakap. Aku bisa melihat wajah
murka nenek yang begitu menakutkan, aku bisa melihat wajah cantik ibuku, wajah
yang terus di banjiri oleh air matanya yang terus mengalir tanpa henti. Dan kini
aku bisa melihat dunia yang indah, kini aku bisa melihat cahaya yang selama ini
aku impikan, tapi bukan untuk selamanya.
Andai ibu bisa melihat
aku, betapa aku aku cantik seperti mu ibu, lihat mata indah ini bu, bulat
seperti mata ibu, bulu matanya pun lentik, dan bibir ini, mungil seperti bibir
ibu. Andai ibu bisa melihat semuanya, betapa miripnya aku dengan ibu dan cantik
seperti ibu.
Terima kasih ibu, telah
membuatku ada walau hanya sementara, meski aku tak sempat menikmati manisnya
air susumu, meski aku tak sempat merasakan hangatnya pelukanmu. Tapi aku
beruntung telah tercipta dari mu ibu, darah dagingmu, ibu yang sangat
mencintaiku. Terima kasih untuk segalanya ibu.
(andai
kalian semua bisa mendengar suara hati dari benih cinta yang kalian sia-siakan,
betapa malunya kalian, betapa meruginya kalian. Betapa tak marahnya kami, meski
tercipta dari perbuatan haram. Kami masih ingin tetap terlahir kedunia,
menikmati manisnya air susu, hangatnya pelukan, indahnya dunia dan terangnya
cahaya. Dan kami, masih berhak untuk hidup. Salam hangat dari kami yang
tak sempat terlahir ke dunia)