Akhirnya sampailah mereka di tempat budhe Lastri setelah
beberapa menit perjalanan dengan menggunakan taxi dan betapa kagetnya budhe
Lastri setelah melihat Arya bersama dengan seorang gadis yang di kira itu
adalah Jingga. “jadi gadis yang kamu bilang akan kamu bawa dari Bali itu
ternyata Jingga Ar?”. Arya hanya tertawa saja tanpa menjawab pertanyaan
budhenya dan Senja hanya ikut tersenyum saja, senyum yang sama seperti milik
Jingga. “kamu ngawur saja Ar, bawa anak orang ke Bali, sudah dapet ijin belum
dari Bu Fitri?” lanjut lagi budhe Lastri yang belum tahu siapa gadis yang
bersama Arya itu.
“budhe,
boleh Arya masuk dulu, nanti di dalam Arya jelaskan semuanya” jawab Arya yang
masih berada di teras dan berjalan menuju ruang tamu yang di ikikuti oleh Senja
lalu budhe Lastri. Tas bawaannya ia letakkan di dekat sofa dan ia pun langsung
duduk seperti orang yang telah selesai mengangkat beban berat di pundaknya. Dan
budhe Lastri yang masih saja dengan wajah bingungnya bertanya kembali.
“gini
lo budhe, dia ini bukan Jingga”
“trus
siapa Ar kalau bukan Jingga. Orang wajahnya sama persis dengan Jingga” sela
budhe Lastri.
“kan
Arya baru mau jelasin, budhe main sela aja. Dia ini Senja, kenapa persis dengan
Jingga? Karena dia ini kembaran Jingga. Ya walau Arya belum yakin 100% sih.
Makanya dia kesini buat membuktikan apa benar Jingga itu kembaran Jingga. Budhe
kan kenal dengan”
“tunggu
bentar, tadi kamu bilang kembar?” sela lagi budhe Lastri yang sepertinya tahu
sesuatu.
“itu
baru kesimpulan Arya sih budhe. Memang kenapa budhe?”
“budhe
jadi inget sesuatu. Dulu sekitar 21 tahun lalu, budhe pernah denger kalau
keluarga bu Fitri menemukan bayi. Iya bener, budhe inget itu”
“trus
budhe?” kali ini Senja ikut angkat bicara setelah sedari tadi hanya diam saja.
“budhe
ndak tau persis ceritanya gimana, yang jelas kabar kalau keluarga bu Fitri
menemukan bayi itu memang benar”
“jadi
benar Ar Jingga itu kembaran aku” wajahnya bersinar bak mentari yang memiliki
harapan. “ayo Ar kita temuin Jingga”. Lelahnya seakan sirna setelah mendengar
apa yang di katakan budhe lastri. Dalam pikiranya hanya ingin bertemu dengan
Jingga secepatnya untuk membuktikan rahasia yang telah tersimpan begitu lama.
“nanti
saja, kalian kan baru sampai, istirahat saja dulu, pasti capek kan, nanti sore
saja ke tempat Jingga nya”
“bener
Ja apa kata budhe, sebaiknya kita istirahat dulu, nanti sore baru kita ke rumah
Jingga”.
Akhirnya
Senja mengiyakan saran budhe yang di tegaskan oleh Arya dan dengan di antar
budhe Lastri, Senja menuju satu kamar yang tersisa di rumah itu untuk istirahat
sebelum sore nanti waktu yang begitu di nanti Senja datang. Sekalian merumuskan
apa saja yang akan ia lakukan nanti. Sekuat tenaga ia kumpulkan, sekuat hati ia
lapangkan untuk menghadapi sesuatu yang ia sendiri tak tau seperti apa yang ia
akan temui nanti, karena ia rasa bukan seperti dosen killer ataupun monster
seram yang pernah ia temui, ia benar-benar tak bisa menggambarkan yang akan ia
temui nanti.
Tetap
saja perasaan hatinya yang ingin segera menemui Jingga terus mengusik dan
membuatnya tak bisa memejamkan kedua matanya, ia terus saja terjaga dan gelisah
bagai cacing kepanasan. Pekerjaannya hanyalah mondar mandir ke setiap sudut
kamar, bingung apa yang ingin ia lakukan. Sesekali hanya duduk terdiam lalu
berdiri di dekat jendela lalu duduk kembali di ujung kasurnya, begitu
seterusnya hingga ia pun akhirnya merasa lelah dan mencoba merebahkan tubuhnya
di atas kasur meski kedua matanya tak kunjung terpejam.
ӝӝӝӝӝ
“gimana, udah siap untuk kerumah Jingga?”
“siap
nggak siap aku harus siap Ar”
Dengan
mengendarai motor milik pakdhenya yang sering ia pakai, Arya bersama Senja
melaju pelan menuju rumah Jingga. Tak sampai 15 menit, merekapun sampai di
depan rumah Jingga. Perasaan dalam hati Senja semakin tak menentu.
Tangan
Arya yang ingin mengetuk pintu di depannya terhenti setelah Senja berkata
“tunggu bentar Ar” dan Senja terlihat menarik nafas dalam-dalam beberapa kali
untuk melemaskan ketegangannya yang menyerang segala ototnya. Setelah Senja
memperbolehkan Arya untuk meneruskan yang ia tahan tadi, tangan Arya dengan
pasti mengetuk pintu yang masih tertutup itu tiga kali.
“iya
sebentar” suara ibu Fitri dari dalam. “eh nak Arya, monggo silahkan masuk”
ucapnya yang belum menyadari seseorang yang berada di belakang Arya karena
badan Arya yang memang tak begitu besar namun cukup untuk menghalangi objek
yang ada di belakangnya. Arya melangkah masuk dan di ikuti Senja yang kedua
tangannya mengenggam erat tangan kanan Arya. “oh sama kamu to nduk, kenapa
pakai ketuk pintu segala, biasanya juga nyelonong saja” ucap Ibu Fitri yang
sudah menyadari kehadiran Arya bersama anaknya, yang tentu dalam pikirannya.
Mereka berdua duduk bersebelahan yang membuat bu Fitri bisa melihat sedikit
kejanggalan pada mereka berdua “kok kamu kayak orang lain to nduk? Ada apa sebenarnya
ini? tadi sepertinya pamit pergi sama Dimas, tapi pulang bareng Arya, ada apa?”
bu Fitri masih mengira gadis itu adalah Jingga walau bu Fitri sudah merasakan
keanehan pada gadis itu.
“maaf
sebelumnya bu, saya dan teman saya ini datang kesini mau menanyakan sesuatu”.
Ucapan Arya semakin membuat bu Fitri bingung, apa lagi tadi Arya menyebutnya
dengan kata teman saya ini. kata-kata yang memang kurang tepat di ucapkan kalau
gadis itu seandainya Jingga.
“tanya
apa nak Arya?” wajahnya mulai panik, pikirannya sudah melayang kemana-mana
takut jika memang terjadi apa-apa dengan Jingga.
Namun
Arya susah membuka mulutnya untuk berkata, ia juga bingung mau memulai dari
mana. Mulutnya hanya terdengar kata “eee” berulang-ulang.
“kok
malah diem gitu nak Arya? Tadi mau tanya apa?” tanya ibu Fitri sekali lagi
“begini
bu, tapi maaf sebelumnya jika saya lancang bertanya soal ini kepada ibu Fitri”
“ndak
apa-apa jika memang itu perlu”
Dan
sebuah pertanyaan yang tak pernah terpikirkan oleh bu Fitri akhirnya terdengar
juga, Arya dengan sedikit takut kalau ia akan menyinggung hati bu Fitri,
menanyakan apakah Jingga itu anak kandung bu Fitri atau bukan. Memang
pertanyaan yang mengejutkan bu Fitri hingga ia terdiam sejenak mengatur nafas
untuk menjawab pertanyaan yang terlontar dari mulut Arya. Sebenarnya bu Fitri
terkejut bukan karena takut Jingga akan marah setelah tahu yang sebenarnya,
karena hal itu sudah mereka bicarakan saat Jingga beranjak dewasa, tapi
terkejut karena Arya yang memang bukan anggota keluarganya dan termasuk orang
baru dalam keluarga bu Fitri bisa menanyakan hal yang sudah bertahun-tahun
terjadi.
“ibu
ndak tau maksud nak Arya tanya begitu itu apa, tapi ibu akan cerita” lalau
pandangannya mengarah ke gadis yang duduk di sebelah Arya yang memang terlihat
berbeda dengan Jingga, yang sudah jelas dilihat dari sikapnya sedari tadi hanya
diam saja seperti tak mengenalinya. “memang Jingga itu bukan anak kandung ibu”
“jadi
semua itu benar Ar” akhirnya terdengar juga suara dari gadis yang duduk di
sebelah Arya.
“maksdunya?”
tanya bingung bu Fitri yang belum menemukan pokok permasalahan dari apa yang di
lihatnya itu.
“lalu
bagaimana ceritanya Jingga bisa menjadi anggota keluarga bu Fitri?” tanya Arya
penuh penasaran juga.
Tanpa
memperdulikan gadis di sebelah Arya itu siapa, bu Fitri akhirnya menceritakan
semua kejadian yang ia alami 21 tahun silam. Sebuah cerita yang mengejutkan
Arya dan Senja yang membuat Senja akhirnya menitikan air mata bahagia, yang
sudah tentu bahagia karena akhirnya ia menemukan saudara kembarnya setelah
selama hidupnya tak bertemu dan yang pasti amanah di pundaknya akan segera
terangkat. Dan Arya pun menceritakan siapa sebenarnya gadis yang duduk di
sebelahnya setelah bu Fitri ganti bertanya apa yang membuatnya bingung. Sungguh
jawaban yang juga mengejutkan bu Fitri, sampai-sampai ia tak percaya dengan apa
yang di dengarnya. Bayi kecil mungil yang dulu ia temukan ternyata memiliki
saudara kembar.
“setelah
nak Senja tau, apa nak Senja akan membawa Jingga ke keluarga kalian? Walau dia
bukan anak kandung ibu, dia sudah ibu anggap anak ibu sendiri” kata yang
menggambarkan betapa takutnya bu Fitri kehilangan Jingga setelah 21 tahun
merawatnya dengan penuh kasih sayang sampai Jingga tumbuh besar.
Air
mata yang masih mengalir, senyum yang juga merekah dari bibir Senja, menghiasi
gelengan kepala sebagai jawaban tidak. “saya tidak akan mengambil Jingga dari
keluarga ini, karena orang tua saya sudah meninggal semua dan saya sekarang
yatim piatu”. Tegasnya kembali dengan kata-kata.
Mendengar
ucapan Senja, hati bu Fitri menjadi tenang, apa yang di takuti langsung
terjawab sudah.
“saya bisa sampai kesini karena amanah yang
di titipkan kedua orang tua saya sebelum meninggal untuk mencari putrinya yang
hilang dan ingin meminta maaf karena kelalaiannya menjaga putrinya dulu”
Sejenak bu Fitri hanya terdiam mendengar
bahwa orang tua Senja sudah meninggal. Senang ataukah sedih yang harus ia
rasakan, ia tak tahu. “kalau begitu nak Senja tunggu saja, mungkin sebentar
lagi Jingga pulang. Katanya tadi Cuma bentar perginya”. Dan belum ada satu
menit suara mobil Dimas terdengar dari dalam. “nah itu mereka pulang” lanjut bu
Fitri.
“aku kok jadi deg-degan lagi ya” ucap Senja
setelah menoleh ke arah dimana mobil itu berhenti yang terlihat dari balik
jendela. Sekali lagi tangannya menggenggam erat tangan Arya.
Jingga terlihat berjalan sendiri setelah
mobil Dimas mulai pergi meninggalkan halaman rumah Jingga. “loh ini kan
motornya pak Hardi, siapa yang pakai ya? Apa mungkin Arya?”. Tebak Jingga,
namun ia tak bisa menebak dengan siapa ia datang. Seseorang yang pasti akan
mengejutkan dirinya, bahkan ia akan menganggapnya semuanya seperti mimpi, ya
seperti mimpi yang akan ia rasakan. Sama seperti yang dirasakan semuanya.
Langkah Jingga terhenti di depan pintu setelah melihat siapa yang berada di
ruang tamu bersama ibunya. Yang jelas bukan karena ia melihat Arya, tapi
seorang gadis yang duduk di sebelah Arya. Wajahnya mulai bingung dengan apa
yang ia lihat, ia menegaskan bahwa dirinya tidak sedang bermimpi dan dalam
keadaan 100% sadar. “sini nduk masuk dan duduk dulu” suruh ibunya. Ia berjalan
gontai mendekati ibunya. Senja dan Jingga hanya bisa saling menatap muka tanpa
saling berkata dan menyapa.
“ibu tau kamu pasti bingung nduk dengan apa
yang kamu lihat sekarang” ucapan ibunya mengalihkan pandangan Jingga. “dia kembaran
kamu nduk”. Masih saja Jingga hanya bisa terdiam dengan pandangan yang terus
bingung. Dan perlahan ibunya menceritakan apa yang telah Arya katakan tentang
semuanya. Penjelasan yang mampu membuat air mata Jingga keluar perlahan. Jingga
berdiri, perlahan berjalan mendekati Senja yang juga sudah dalam keadaan
berdiri. Tanpa ada aba-aba mereka saliang memeluk erat. Sebuah adegan yang
mengharukan bagi Arya dan bu Fitri, termasuk Senja dan Jingga, dimana dua orang
manusia yang memiliki hubungan darah bertemu untuk pertama kali setelah sekian
lama terpisah, bahkan hal yang belum lama terungkap. Hingga hujan air mata yang
tampak menghiasi ruangan itu. Lama mereka saling berpelukan, seakan rindu tebal
yang tak kunjung luntur.
Setelah waktu berpelukan usai, mereka duduk
kembali dalam satu sofa di sebelah Arya. Tangannya saling bergandengan, matanya
masih saling memandang, masih saling berpikir semua seperti mimpi. Tak lagi
memerlukan bantuan cermin untuk melihat wajah mereka sendiri seperti yang
selalu mereka lakukan setiap hari, wajah itu sudah ada di depan mata, bahkan
secara nyata karena mereka adalah dua orang manusia yang kembar identik, dari
ujung rambut sampai kaki sama semua, bahkan tiap lekuk wajahnya pun tak ada
yang beda.
“sebelum ayah meninggal, beliau menitipkan
pesan padaku, orang tua kita meminta maaf karena telah lalai menjaga kamu
sehingga kamu bisa lepas dari tangan mereka. Tapi bukan mereka tak bertanggung
jawab. Selama bertahun-tahun, sudah banyak usaha yang mereka lakukan untuk
mencarimu, sampai ibu meninggal saat kita masih kecil karena terlalu memikirkan
kamu. Dan setelah itu tinggal ayah sendiri yang terus berusaha mencarimu,
hingga akhirnya ayah pasrah menyerah juga, ayah hanya bisa berdoa terus agar
kamu baik-baik saja di manapun kamu berada”.
Dalam pelukan kembali, dengan lirih Jingga
mengatakan kalau dirinya ingin melihat kedua orang tuanya yang asli walau ia
tahu semuanya sudah tak mungkin terlaksana.
“aku bisa mengantarkan kamu ke makam mereka
berdua di Bali”.
Mimpi apa semalam mereka sampai mengalami
kejadian yang tak pernah sekalipun terbesit dalam benak mereka masing-masing.
Tapi semua itu nyata terjadi di kehidupan mereka. Kejadian yang merubah hidup
mereka, Senja yang tak lagi sendiri, masih ada seseorang yang memiliki hubungan
darah yang masih tersisa dan Jingga yang sebelumnya sudah tahu bahwa dirinya
bukan anak kandung dari orang tua yang telah merawatnya, akhirnya bisa bertemu
juga dengan salah satu anggota keluarganya yang memilki hubungan darah. Semua
seperti mimpi bagi mereka berdua.
(baca selengkapnya di Aku Bukan Pujangga)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar