Minggu, 16 Desember 2012

penyesalanku...

   aku duduk di sebelah tidurnya yang pulas. pelan-pelan aku tarik ke atas selimutnya yang hanya menutupi kakinya. aku terdiam memandang lama wajahnya yang pulas tertidur, begitu damai begitu polos, seperti tak ada beban yang terlihat dari wajahnya. hela nafaasnya pun begitu tenang. ku rapikan rambutnya yang mulai menutupi setengah wajahnya. dengan lembut ku cium keningnya. aku merasakan detak jantungku ini semakin kencang memompa darahku. ada sesuatu yang beda sedang menghantam hatiku ketika ku lepas ciumanku dari keningnya.
   mataki kian nanar memandang dalam polosnya wajah itu. tak sadar air mataku membuncah dan akhirnya tertumpah ke pipiku hingga menetes membasahi selimutnya.
   "maafin mamah sayang. kamu terpaksa harus ikut menanggung beban ini, beban yang seharusnya mamah yang menanggungnya sendiri"
   air mataku semakin deras mengalir di pipiku. suaraku yang tersendat-sendat pun akhirnya membuatnya terbangun.
   "mamah kenapa kok menangis?'
   cepat ku usap seluruh iar mataku yang masih tersisa dipipi. aku dekatkan wajahku ke wajahnya.
   "mamah tidak apa-apa sayang. kamu tidur lagi ya sayang"
   lalu ku kecup sekali lagi keningnya sebagai pengantar tidurnya.
   ku tahan sekuat tenaga agar air mata ini tak terjatuh lagi, namun tetap saja tak tertahan ketika aku sadar malam ini adalah malam terakhir aku melihatnya tertidur, bahkan tak bisa melihatnya terbangun di pagi hari dan tak bisa mendengar suaranya memanggil namaku setiap pagi.
   aku benar-benar merasa hati ini hancur ketika harus berpisah dengan buah hatiku yang mash berusia empat tahun ini.
   andai perceraian ini tak pernah ada, pasti semua tak seperti ini. tapi nasi sudah menjadi bubur, semua sudah terjadi, aku tak bisa berbuat apa-apa lagi selain menerima semua konsekwensi atas apa yang kulakukan.
   belum puas aku memandang wajahnya, mas wahyu sudah menarikku keluar dari kamar anakku dan tak menghiraukan suaraku yang memohon agar aku di ijinkan lebih lama menemani tidur anakku. setelah sampai di ruang tamu, ia kembali emosi dan kasar, sepertinya sudah begitu bencinya padaku. walau aku tahu semua ini juga salahku. cintanya yang tulus, kelembutannya yang dalam, perhatiannya yang tinggi dan kesetiaannya yang tak diragukan lagi, tapi aku sia-siakan dengan perselingkuhanku dengan mantan pacarku waktu SMA dulu yang kini pergi entah kemana setelah puas mendapatkan semua yang ia mau.
   aku tahu bagaimana rasanya di hianati, dan aku maklumi sikapnya yang begitu kasar sekarang. aku menyesal sudah melakukan ini semua. tapi inilah yang harus aku tanggung atas apa yang sudah aku lakukan yang sepantasnya tak ku lakukan setelah aku bersuami.
   "ya sudahlah, semua ini sudah jadi hukuman buatku.  maafkan aku mas, maafkan aku nak"
   dengan lesu aku langkahkan kaki ini keluar meninggalkan semua yang telah aku bina selama lima tahn bersama mas Wahyu. sekitar empat meter dari rumah itu, aku berhenti dan menoleh lagi untuk terakhir kalinya. pintu itu sudah tertutup rapat, seolah tak ada lagi pintu untukku, untuk permintaan maafku.
   lagi-lagi air mata ini tertumpah sejadi-jadinya, entah kemana aku harus melangkahkan kaki ini.


#jogjakarta malam#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar