Aku coba robah posisi tidurku, miring ke kanan, ku peluk erat guling yang tadinya aku terlantarkan begitu saja disampingku, namun tetap saja sama, kegelisahan hati semakin menjadi.
Tak terasa air mataku menetes dan mulai membasahi guling yang kupeluk. Ini pertama kalinya aku menangisi apa yang tak pernah aku tangisi sebelumnya, bahkan selama hidupku.
Aku adalah seorang wanita yang terlahir ditengah keluarga yang kolot dan tumbuh menjadi remaja yang bisa dibilang super jutek terhadap semua lelaki yang sok akrab dan mendekatiku. Ya, ini pertama kalinya aku menangisi tentang perasaanku kepada seorang lelaki, sebuah penyesalan lebih tepatnya.
Aku mengenal lelaki itu ketika aku mendapat rotasi kerja ke kota ini, Jogjakarta. Mungkin seperti slogan kota ini yang ramah, sikapnya pun baik dan ramah terhadapku meski aku selalumemperlihatkan wajah jutekku hingga hampir dua tahun berlalu sudah. Pernah suatu hari dia mencoba memintaku untuk menjadi istrinya, namun dengan juteknya aku menolaknya. Aku kira hal itu membuatnya menjauh dariku, tapi ternyata aku salah, justru perhatiannya semakin besar padaku. Bahkan 4 hari yang lalu adalah ke-empat kalinya dia menyatakan cinta dan memintaku menjadi istrinya. "beri aku waktu beberapa hari untuk memikirkannya Ri" jawabku waktu itu.
Sehari, dua hari, tiga hari berlalu tapi perasaanku masih tetap sama, tak ada perasaan yang mengatakan aku mau menerimanya dan siap menjadi istrinya meski sebenarnya tak ada eeseorang di hatiku yang menjadi alasan untuk menolaknya. Hingga hari ke-empat ini semuanya berubah. Ternyata aku tak bisa mengelak kalau perasaanku berubah 180 derajad kepadanya, tapi yang tersisa kini hanya sebongkah penyesalan yang amat sangat. Tadi sore adalah hari terakhir aku melihat Ari di pemakamannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar