Malamku hilang
padahal aku sudah susah payah mengumpulkannya dari tadi sore
menguntainya menjadi satu dalam saku kemejaku
kini kenapa kau rebut?
mengambilnya satu per satu tanpa permisi dariku
mungkin kita bisa berbagi malam jika kau mau
bahkan tukar menukar
dan duduk berdampingan di bawah langit berbintang
bercerita tentang mereka,
sunyi, dingin, gelap dan semua seisi malam
yang membuat kita sama-sama larut, hanyut, lalu menyatu di dalamnya
dengan bekal malam yang kita punya
tapi kau telah mengambilnya dari saku kemejaku
menyisakan satu malam yang hampir pudar
Senin, 24 Februari 2014
Jumat, 21 Februari 2014
TAK LAGI...
Merah kuning hijau, bukan lagi pelangi yang menghiasi langit
Tapi kini sudah tumbuh subur berkibar di sepanjang jalan
Menggantikan hijaunya pohonku yang dulu sempat menjadi payung teduh
Kini semuanya hilang gersang sudah
Berganti panas membakar jiwa-jiwa kami, para pengguna jalan
Detik demi detik tak ada waktu lagi tuk menghitung hari
Kini disibukkan lembar demi lembar, suara demi suara pengangkatan
Bagai suara emas, yang seharusnya tak terbeli
Tapi lihat apa yang terjadi?
Dengan mudahnya mereka membeli, hanya dengan sebuah janji
Satu dua tiga, kini tak lagi sayang semuanya
Mereka tertawa riang di atas luka kami yang terus menganga
Menganggap kami seolah bukan manusia, bahkan tak ada
Demi kepuasan mereka sendiri, menikmati tetek ibu pertiwi
Sayang itu tak lagi dibagi, seperti janji yang dibagi-bagi
dAN, jogja 21.02.14
Tapi kini sudah tumbuh subur berkibar di sepanjang jalan
Menggantikan hijaunya pohonku yang dulu sempat menjadi payung teduh
Kini semuanya hilang gersang sudah
Berganti panas membakar jiwa-jiwa kami, para pengguna jalan
Detik demi detik tak ada waktu lagi tuk menghitung hari
Kini disibukkan lembar demi lembar, suara demi suara pengangkatan
Bagai suara emas, yang seharusnya tak terbeli
Tapi lihat apa yang terjadi?
Dengan mudahnya mereka membeli, hanya dengan sebuah janji
Satu dua tiga, kini tak lagi sayang semuanya
Mereka tertawa riang di atas luka kami yang terus menganga
Menganggap kami seolah bukan manusia, bahkan tak ada
Demi kepuasan mereka sendiri, menikmati tetek ibu pertiwi
Sayang itu tak lagi dibagi, seperti janji yang dibagi-bagi
dAN, jogja 21.02.14
Minggu, 02 Februari 2014
aku bagai selembar daun...
Bagai selembar daun
Aku terlepas dari rantingku
Engkau kah takdir yang menjelma menjadi sang bayu?
Yang membuatku harus terlepas dari pegangan erat rantingku
Lalu apakah Engaku pun menjelma menjadi sang hujan?
Yang membuatku terombang ambing tak tentu arah
Aku kini berada dalam ketidak tahuanku akan segalanya
Apakah hidup harus seperti ini?
Ataukah hidup memang seperti ini?
Harus terlepas dari rantingku
Jelas Ini bukan mauku
Menjadi selembar daun yang terlepas dari rantingku
Kenapa tak Kau ciptakan saja aku sebagai ranting
Ranting yang bisa menciptakan sejuta daun baru setelah gugur
Ranting yang tak pernah kwatir kehilangan selembar daunnya, bahkan seribu.
Aku masih saja menjadi selembar daun yang tersesat
Entah sampai kapan aku terhenti pada rencana besar-Nya
Selama itu, aku masih selembar daun itu
Sabtu, 01 Februari 2014
marah...
lihat!!!
rakyat-rakyat sekarat berkarat
tersesat kalimat-kalimat siasat
terjerat jimat-jimat sesat
bang(sat)!!!
ingat!!!
amanat rakyat bukan donat
harkat martabat bukan alat
apalagi tempat buat maksiat
cepat.. cepat.. tobat sebelum terlambat
Langganan:
Postingan (Atom)