Aku adalah remaja yang bisa disebut anak rumahan dan tak memiliki banyak pengetahuan dunia luar. Pasalnya sejak aku masih sekolah, orang tuaku melarang keras untuk keluar main bersama teman-teman sebayaku. Hasilnya, aku tak mengerti apa-apa, bahkan merasakan berpacaran saja aku tidak pernah. Tak seperti teman-temanku yang entah sudah berapa kali mereka gonta ganti pacar saat sekolah. Tapi bukan berarti aku tidak pernah mencintai seseorang, saat beranjak umurku yang ke-17, aku mulai suka dengan teman satu sekolahan. Tapi sebuah perasaan cinta yang hanya bisa aku pendam dalam hati. Entah aku belum memiliki alasan tepat mengapa aku bisa mencintai dia sedalam ini sedangkan aku tak tahu apa dia juga memiliki perasaan yang sama denganku. Tapi yang aku tahu itu alasan mengapa aku masih sendiri meski tak sedikit para lelaki yang mengejarku dan mengutarakan cintanya. Aku hanya berharap bisa bersama lelaki yang saat ini aku cintai.
Aku tak peduli seberapa banyak temanku yang mengejekku, mengataiku dengan seribu sebutan karena aku masih bertahan untuk sendiri. Aku masih sabar menunggu lelaki yang aku cintai itu datang padaku. Aku hanya berharap pada keajaiban Tuhan dan rasa sabar ini. Meski ada sedikit rasa iri yang sering muncul di hati melihat teman-temanku setiap malam minggu selalu pergi atau setiap pulang sekolah ada yang jemput, bahkan dari sekian banyak kontak bbm di ponselku, hanya aku yang tak pernah memasang foto lelaki. Ah sudahlah aku pun masih sabar karena aku yakin lelaki itu pasti datang.
Kini aku sudah lulus dan mulai beker di sebuah perusahaan swasta. Sebuah perusahaan yang mempertemukan aku dengan lelaki itu. Ya, kini aku denganya satu tempat kerja. Betapa senang hatiku akan hal ini.
"Eh kayaknya aku pernah lihat kamu deh" raut wajahnya seperti mengingat-ingat diriku. Aku tahu dia tak begitu mengenaliku, bahkan aku yakin namaku saja dia tidak tahu, karena di sekolah dulu aku termasuk salah satu siswi pendiam dan sering berada di dalam kelas saat jam istirahat tiba. Mungkin hanya sesekali saja bermain di depan kelas yang membuat akhirnya aku mengenal dia. "Kamu anak SMK9 kan?" Akhirnya dia mengenaliku sebagai siswi dari sekolah yang dia ucapkan tadi. Itu adalah obrolan pertama kali aku dengannya.
Sejak saat itu aku mulai dekat dengannya, mungkin juga karena kami berasal dari satu sekolah yang sama. Hampir setiap kami mendapat jatah shift yang sama, kami selalu pulang bersama. Hingga suatu saat aku dibuatnya tak percaya, di sebuah tempat yang belum pernah aku datangi, aku ingat, waktu itu pukul 7 malam seusai pulang kerja, dia mengajakku ke tempat itu. Makan malam ajaknya. Di tempat itu pula dia menyatakan perasaan hatinya kepadaku meski terlihat jelas kegugupan dan rasa malu di wajahnya. Sebenarnya sejak masih sekolah, aku sudah banyak tahu tentang dia dari tetanggaku yang juga teman sekelasnya. Memang dia orangnya berbeda dari lelaki kebanyakan, dia baik, tidak macam-macam dan orangnya sederhana meski aku tahu dia berasal dari keluarga yang bisa dikatakan mampu.
Ah itu ceritaku beberapa waktu lalu, kini umur pernikahan kami sudah beranjak ke tahun ke-2. Aku benar-benar sangat bahagia bisa menjadi istri dari orang yang benar-benar aku cintai, bahkan ini cinta pertamaku. Cinta yang sangat sederhana, cinta yang terlahir dari benih-benih waktu kesabaranku untuk mendapatkannya. Apalagi sekarang aku tengah hamil 8 bulan. Ini sangat luar biasa. Allah begitu sempurna menganugrahi cinta ini, meski tak ada kemewahan di dalamnya, hanya rasa nyaman dan senyum setiap hari, tapi sudah buatku bahagia sekali. Jika boleh aku sebut, cinta kami sekuning canting, yang kuningnya sederhana.
Senin, 12 Oktober 2015
Minggu, 11 Oktober 2015
Sekuning canting
Cinta kita sekuning canting
cinta yang sederhana
yang terlahir dari benih-benih waktu kesabaran
memang tak semegah kilau emas
yang bergelumang kemewahan
tapi aku bahagia...
cinta yang sederhana
yang terlahir dari benih-benih waktu kesabaran
memang tak semegah kilau emas
yang bergelumang kemewahan
tapi aku bahagia...
Sabtu, 10 Oktober 2015
Tentang penyesalan
Ada yang menyesal
seperti hari terlanjur hujan
sebelum awan sempat mendung
sedang katak sudah menari riang bersama sang putri
lalu ini salah siapa?
Rabu, 07 Oktober 2015
Sebuah Kenyamanan...
Untuk sementara waktu aku tak terusik oleh dua orang yang duduk tak jauh dari meja yang sedang kutempati sedari tadi sebelum mereka datang.
Setelah mereka pesan dan menunggu pesanan datang, aku dengar mereka mulai ngobrol santai yang lama kelamaan mulai menjurus mesra selayaknya dua orang yang pacaran.
Ah aku mulai geram mendengarnya, apalagi sesekali tanpa sengaja aku melihat adegan kontak fisik antara mereka walau sekedar pegagan tangan. Benar-benar membuatku ingin muntah saja. Dalam hati hanya bisa bertanya sebenarnya apa yang ada dalam pikiran mereka. Aku benar-benar tak mengerti. Adegan memuakkan ini semakin menjadi saat pesanan mereka sudah datang, suap menyuap sepertinya menjadi hal yang lumrah untuk sepasang remaja yang sedang pacaran saat mereka makan malam di sebuah restaurant seperti ini.
Ya, kini aku tau mereka berpacaran. Dengan rasa penasaran aku mulai membaca kedalam pikirannya, mencari sebuah jawaban. Betapa aku ternyak mendapatkan jawabannya, "sebuah kenyamanan". Mereka tak pernah berpikir tentang kodrat, mereka tak pernah berpikir tentang jenis kelamin, yang mereka pikir hanyalah kenyamanan dalam berhubungan meski mereka berdua adalah seorang lelaki.
Setelah mereka pesan dan menunggu pesanan datang, aku dengar mereka mulai ngobrol santai yang lama kelamaan mulai menjurus mesra selayaknya dua orang yang pacaran.
Ah aku mulai geram mendengarnya, apalagi sesekali tanpa sengaja aku melihat adegan kontak fisik antara mereka walau sekedar pegagan tangan. Benar-benar membuatku ingin muntah saja. Dalam hati hanya bisa bertanya sebenarnya apa yang ada dalam pikiran mereka. Aku benar-benar tak mengerti. Adegan memuakkan ini semakin menjadi saat pesanan mereka sudah datang, suap menyuap sepertinya menjadi hal yang lumrah untuk sepasang remaja yang sedang pacaran saat mereka makan malam di sebuah restaurant seperti ini.
Ya, kini aku tau mereka berpacaran. Dengan rasa penasaran aku mulai membaca kedalam pikirannya, mencari sebuah jawaban. Betapa aku ternyak mendapatkan jawabannya, "sebuah kenyamanan". Mereka tak pernah berpikir tentang kodrat, mereka tak pernah berpikir tentang jenis kelamin, yang mereka pikir hanyalah kenyamanan dalam berhubungan meski mereka berdua adalah seorang lelaki.
Langganan:
Postingan (Atom)