Entah ini bisa aku sebut hari bahagia atau tidak. Pasalnya,
besok aku akan melangsungkan pernikahan dengan lelaki yang telah menjadi
kekasihku sejak dua tahun lalu. Dia adalah teman sekantorku, namanya Ryan. Aku
percaya dia adalah lelaki yang baik hati dan sangat mencintai aku, dia juga
selalu ada waktu untuk aku di saat aku membutuhkannya. Dan mungkin karena
itulah aku menerimanya menjadi kekasihku. Lagi pula saat itu aku sedang
mengalami sakit hati karena lelaki yang sangat aku cintai memutuskan untuk meninggalkannku
demi wanita lain. Tapi cinta itu sampai sekarang masih tersimpan rapi dalam
hatiku walau ku tahu dia tak mungkin kembali lagi.
Jadi boleh di kata, aku menerima Ryan bukan karena cinta,
tapi mungkin karena aku menganggap itu sebagai kenyataan yang harus ku jalani.
Dan pikirku seiring jalannya waktu aku akan bisa mencintai Ryan dan bisa
melupakan orang yang telah meninggalkanku.
Tapi hari ini aku telah menemukan jawaban atas apa yang aku
pikirkan dulu, satu hari menjelang pernikahannku besok. Hati ini semakin tak
bisa melupakannya dan tak sedikipun cinta ini mampu mengalir untuk Ryan, seakan
ada penyesalan yang amat mendalam ketika aku memutuskan untuk menikah besok
dengan Ryan.
Aku tatap wajah Ryan dalam foto yang terpajang di dinding
kamarku, wajah yang begitu baik yang tak seharusnya aku lukai walau ku sudah
mencoba dan berusaha untuk mencintainya, namun hati ini tetap saja mencintai
lelaki yang telah meninggalkanku. Entah mengapa di hari menjelang pernikahanku
dengan Ryan aku jutru merindukannya, aku ingin bertemu dengannya bukan dengan
calon suamiku sendiri. Aku ingin memeluk Dika erat biar aku merasa damai,
tentram dan sejuk seperti waktu dulu ketika aku masih bersamanya. Dan aku masih
ingat betul saat Dika membangunkan aku dengan caranya yang sampai sekarang
terangkum jelas dalam pikiranku. Setiap aku teringat hal itu seakan semuanya
baru kemarin terjadi. Saat itu aku sednag tertidur di sofa ruang tamu, entah ia
sudah lama datang atau belum, yang jelas ketika aku tertidur tiba-tiba ada sesuatu
yang hangat terasa di bibirku hingga aku terbangun dan yang kulihat pertama
adalah senyum di wajahnya dan kata “bangun sayang” terucap dari bibirnya. Walau
bukan pertama kali ia menicum bibirku, tapi itu sangat membekas sampai
sekarang.
Dan mataku mulai terpejam bila teringat kembali hal itu,
pikiranku juga mulai melayang jauh menuju ke hari itu. Semua masih terlihat
jelas dalam benakku, jelas sekali sampai aku tersentak tersadar oleh suara
ketukan pintu kamarku dan suara ibuku memanggil-manggil. “iya bu bentar”
bergegas ku hapus air mata yang tanpa sadar telah mengalir ke pipiku. Setelah
benar-benar kering, ku buka pintu. Aku
menurut saja untuk keluar menemui beberapa tamu yang telah datang setelah ibu
menyuruhku.
Tiba juga di hari pernikahanku, ku lihat banyak tamu
undangan yang telah hadir dan entah kenapa lagi mataku terus berusaha mencari
sosok seorang lelaki yang masih tersimpan di hatiku. Aku mulai tak
memperdulikan tamu-tamu yang berlalu lalang menyalamiku memberi selamat, aku
hanya tersenyum terpaksa kepada mereka. Aku juga sadar kalau suamiku sedari
tadi telah memperhatikanku yang seperti ini dan aku terus berbohong dengan
mengatakan “tidak apa-apa kok”. Padahal dalam hatiku aku terus berharap bisa
melihat Dika. Ternyata harapan itu tiba, tapi bukan bahagia yang aku dapat
karena bisa melihat ia datang di hari pernikahanku, melainkan sebuah hantaman
hebat, ia datang dengan wanita yang membuat Dika meninggalkanku dua tahun lalu.
Aku terasa lemas, semua tubuhku seakan tak ada daya lagi berdiri disini walau
seharusnya aku bahagia karena telah menyandang status sebagai istri. Tapi hati
ini tetap berkata lain, meski mungkin aku adalah tulang rusuk dari suamiku
sekarang dan mungkin selamanya, tapi cinta ini tetap berasal dari tulang rusuk
cinta Dika dan aku terlanjur mencintainya. "maafkan aku swamiku" aku pun menggenggam tangannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar